Dekopin Ungkap Tantangan yang Dihadapi Koperasi
- Dokumentasi DPR RI
Jakarta, VIVA - Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Dekopin, Said Abdullah mengatakan koperasi di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dan harus mampu dihadapi oleh setiap insan koperasi ke depan. Apalagi, kata dia, citra diri koperasi masih belum bagus pada masa lalu karena berbagai rentetan masalah fraud.
“Tantangan ke depan bagi insan koperasi adalah menjadikan koperasi sebagai wahana yang bercitra diri baik. Oleh sebab itu, insan koperasi serta asosiasi seperti Dekopin harus bisa mampu tata kelola (governance) koperasi terus lebih baik, sehingga makin mendapatkan kepercayaan publik,” kata Said dikutip pada Minggu, 13 Juli 2025.
Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah
- DPR RI
Kata dia, tanggal 12 Juli merupakan peringatan hari koperasi nasional. Sebab pada 12 Juli 1927 atau 98 tahun yang lalu, kongres pertama koperasi dilaksanakan masih era Hindia Belanda. Sedianya, kongres dilaksanakan di Bandung tapi karena faktor keamanan dipindahkan ke Tasikmalaya, Jawa Barat.
Menurut dia, koperasi tumbuh sejalan dengan gerakan nasional. Mohammad Hatta, Proklamator sekaligus Wakil Presiden pertama Indonesia, menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi. Koperasi menjadi salah satu pilar penting pikiran beliau.
“Kiprahnya yang besar terhadap koperasi itulah yang membuat beliau diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Kita segarkan kembali pikiran-pikiran beliau tentang koperasi,” ujar Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini.
Pertama, koperasi sebagai usaha rakyat. Koperasi tumbuh dari semangat rakyat menghimpun diri dalam kegiatan ekonomi secara mandiri. Koperasi sebagai kumpulan rakyat menghimpun modal, namun kedudukan anggota koperasi setara tidak dibedakan berdasarkan jumlah setoran modal seperti layaknya perseroan.
“Dari modal yang terkumpul, koperasi membangun usaha yang minimal melayani anggotanya sendiri,” jelas Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) ini.
Kemudian, lanjut dia, koperasi menjadi sarana pendidikan rakyat dan berhimpun, bukan semata urusan ekonomi tetapi juga pengembangan diri melalui berbagai kegiatan pendidikan, dan membangun bonding komunal, untuk mewujudkan gerakan gerakan perubahan sosial lebih luas.
Selanjutnya, koperasi sebagai agen dan pilar pembangunan. Dengan meluasnya gerakan koperasi, maka kegiatan ekonomi juga akan meluas. Modal yang terkumpul semakin besar, namun dimiliki banyak orang, sehingga koperasi menggerakan ekonomi lebih besar, namun kepemilikannya tidak disegelintir orang. Dengan demikian, usaha koperasi mengurangi kesenjangan sosial.
“Koperasi merupakan perwujudan paling konkret dari maksud perekonomian Pancasila. Nilai-nilai Pancasila menubuh dalam praktik perkoperasian. Di dalam koperasi ada gotong royong, usaha perekonomian disusun modal bersama dan untuk kemakmuran bersama, pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis karena semua anggota kedudukannya setara tanpa memandang setoran modalnya,” katanya lagi.
Adapun, Said mengatakan sejumlah tantangan yang akan dihadapi koperasi di antaranya sebagian besar koperasi didominasi oleh usaha simpan pinjam. Memang, kata dia, tidak ada yang salah dalam hal ini. Namun, harus dibaca bahwa kemampuan keragaman usaha belum banyak dikuasai oleh koperasi.
“Tantangan ke depan pemerintah dan insan koperasi lebih mengembankan keragaman bentuk-bentuk usaha koperasi. Banyak koperasi besar di luar negeri seperti Koperasi Mondragon di Spanyol, usahanya sektor manufaktur digerakkan oleh anggotanya yang sebagian besar pekerja,” jelas Said.
Kemudian, Said menyebut kontribusi koperasi terhadap PDB Amerika Serikat sebesar 5%, Jerman 6%, Belanda dan Perancis 18%, Selandia Baru 20%. Di negara-negara kapitalis, kata dia, kontribusi koperasi terhadap perekonomian nasionalnya jauh lebih besar ketimbang di negara Indonesia yang menganut Pancasila, yang kurang dari 1%.
“Kesenjangan ini menjadi masalah serius terhadap sistem perekonomian nasional. Kita berharap gerakan Koperasi Merah Putih mendorong membesarkan koperasi Indonesia dan berkontribusi penting bagi perekonomian nasional. Namun, insan koperasi tetap harus menjaga semangat kemandirian ekonomi sebagai bagian dari 7 prinsip berkoperasi, sebab posisi pemerintah menstimulasi dan fasilitasi,” tegasnya.
Berdasarkan data BPS menunjukkan, volume usaha koperasi pada tahun 2024 baru mencapai Rp214 triliun, atau sekitar 0,97% dari PDB Indonesia yang bernilai Rp22.139 triliun. Sebaliknya, usaha skala UMKM mencapai 63 persen PDB Indonesia. Hal ini menunjukkan individualisme usaha merupakan tantangan yang harus dihadapi koperasi.
“Ke depan, insan insan koperasi harus mampu menjadikan koperasi sebagai wahana berhimpun gotong royong yang lebih menjanjikan daripada usaha individual,” pungkasnya.