Bos BI Sebut Ekonomi Dunia 2025 Bisa Lebih Anjlok dari Proyeksi Sebelumnya
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta, VIVA – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo memproyeksi, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2025 bisa tumbuh lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, yakni sekitar 3 persen.
Dia menjelaskan, pelemahan ekonomi dunia ini seiring dengan perluasan implementasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), yang sejak 7 Agustus 2025 sudah makin menyebar dari sebelumnya terhadap 44 negara menjadi ke 70 negara.
Dimana, nyatanya tarif yang diberlakukan AS untuk sebagian negara seperti misalnya India dan Swiss, justru lebih tinggi dari pengumuman yang sempat disampaikan oleh Presiden AS, Donald Trump, sebelumnya.
"Sehingga dalam hal implementasi tarif resiprokal AS itu, justru telah menimbulkan risiko akan semakin melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia," kata Perry dalam konferensi pers, Rabu, 20 Agustus 2025.
Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI)
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Dia menjelaskan, pelemahan permintaan domestik juga menjadi salah satu faktor rendahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) di tahun 2025 ini.
Masalah yang sama juga menimpa perekonomian India, yang turut melemah seiring dampak tarif AS yang lebih tinggi yang dikenakan kepada mereka. Imbasnya, hal itu sampai menekan kinerja ekspor dan sektor manufaktur India, hingga menimbulkan akibat yang cukup signifikan bagi perekonomian negara tersebut.
Namun, Perry memprakirakan bahwa ekonomi Eropa, Jepang, dan Tiongkok masih akan lebih baik. Hal itu seiring dengan kesepakatan tarif yang lebih rendah, ditambah dengan belanja fiskal yang masih bisa diperbuat dan dipacu oleh pemerintah di masing-masing negara itu.
Selain Jepang, kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dan menurunnya inflasi, telah mendorong sebagian besar bank-bank sentral di dunia memutuskan untuk menempuh kebijakan moneter yang akomodatif.
Gubernur BI, Perry Warjiyo
- [tangkapan layar]
Sementara di AS sendiri, lanjut Perry, tekanan inflasi yang cenderung menurun telah mendorong ekspektasi yang makin kuat, terkait dengan penurunan Fed Funds Rate (FFR) ke depannya.
"Namun dalam jangka pendek, pasar keuangan global masih akan diliputi ketidakpastian yang diprediksi terus berlanjut. Sehingga, hal itu tetap perlu diwaspadai guna menjaga ketahanan ekonomi domestik dari dampak rambatan global," ujarnya.