Krisis Hantam Bisnis F&B di Singapura, Ratusan Restoran Tutup Tiap Bulan
- Pixabay/RestaurantAnticaRoma
Jakarta, VIVA – Satu per satu restoran legendaris di Singapura terpaksa tutup. Yang terbaru, Ka-Soh, restoran Kanton berusia 86 tahun yang terkenal dengan sup ikan khasnya, akan berhenti beroperasi pada 28 September.
“Rasanya kalah,” ujar Cedric Tang, pemilik generasi ketiga Ka-Soh, seperti dikutip dari CNA, Selasa, 23 September 2024. “(Padahal kami) sudah bekerja begitu keras selama bertahun-tahun. Tapi kami sudah cukup.”
Tang mengaku keputusan itu tidak lahir dari keinginannya sendiri, melainkan karena berbagai faktor. Salah satunya, kenaikan sewa sebagai pemicu terbesar. Biaya kontrak yang sebelumnya sekitar S$12.000, melonjak menjadi S$15.000 per bulan atau setara Rp194,5 juta.
“Untuk membayar itu, saya harus menjual rata-rata 300 mangkuk sup ikan tambahan tiap bulan,” katanya.
Menurutnya, menaikkan harga bukan solusi. “Untuk bisnis heritage, kami berusaha tidak terlalu menaikkan harga supaya tetap bisa diakses pelanggan lama,” jelasnya.
Bahkan Tang ikut turun ke dapur dan mencuci piring demi memangkas biaya. “Tapi hemat juga ada batasnya,” tambahnya.
Ilustrasi Singapura.
- unsplash,com
Fenomena yang menimpa Ka-Soh bukan kasus tunggal. Tahun lalu, lebih dari 3.000 usaha F&B gulung tikar, rata-rata 250 setiap bulan, jumlah tertinggi dalam hampir 20 tahun. Pada Juli, tercatat 320 penutupan, dan Agustus naik menjadi 360.
Burp Kitchen & Bar, salah satu restoran keluarga, ikut tumbang. Begitu juga dengan Prive Group yang menutup semua gerainya.
Bagi banyak pemilik, beban sewa menjadi masalah paling berat. “Mayoritas penyewa melaporkan kenaikan sewa antara 20 sampai 49 persen,” ungkap Terence Yow, Ketua Singapore Tenants United for Fairness (SGTUFF).
“Kondisi ini belum pernah kami lihat dalam 15–20 tahun terakhir,” tegasnya.
Namun, pakar properti Ethan Hsu dari Knight Frank Singapore mengingatkan bahwa kenaikan sewa bukan satu-satunya faktor. “Banyak orang terpaku pada ide tuan tanah serakah, yang memang terdengar seksi,” ujarnya.
“Kenyataannya, sewa hanya salah satu komponen biaya yang ditanggung penyewa.”
Menurut Hsu, biaya konstruksi naik sekitar 30 persen sejak pandemi, ditambah biaya perawatan yang meningkat minimal 10 persen. Selain sewa, krisis tenaga kerja juga ikut menekan bisnis.