Apa Itu Lazy Girl Job? Tren Kerja Viral yang Bikin Gen Z dan Milenial Rela Tinggalkan Hustle Culture
- freepik.com/freepik
Jakarta, VIVA – Seiring perubahan budaya kerja global, banyak generasi muda kini mulai mempertanyakan konsep pekerjaan ideal yang selama ini dijadikan standar. Tidak lagi cukup sekadar mengejar jabatan tinggi atau gaji besar, sebagian pekerja kini lebih mengutamakan fleksibilitas, kenyamanan, dan keseimbangan hidup.
Fenomena ini semakin terlihat dengan maraknya tren Lazy Girl Job di media sosial, yang ramai diperbincangkan di TikTok maupun Instagram.
Tren ini muncul sebagai respons terhadap konsep Girl Boss yang menekankan kesuksesan melalui kerja keras ekstrem dan pengorbanan pribadi. Gabrielle Judge, kreator konten yang mencetuskan istilah ini, dalam beberapa video membahas perlunya jam kerja yang lebih pendek, keseimbangan hidup yang sehat, bekerja dari rumah dengan nyaman, serta mendapatkan penghasilan yang cukup tanpa harus menaiki tangga korporasi secara agresif.
Apa Itu “Lazy Girl Job”?
Ilustrasi Freelance WFH
- Pexels.com
Melansir dari Better Team, secara harfiah, istilah “lazy girl job” terdengar negatif, namun dalam praktiknya ini bersifat satir. Pekerjaan ini memungkinkan perempuan (dan siapa pun) mengatur jam kerja sesuai kebutuhan pribadi tanpa tekanan berlebihan dari perusahaan.
Biasanya, pekerjaan ini bersifat white-collar, non-teknis, dan bisa dilakukan secara remote atau hybrid. Contohnya termasuk data entry, administrasi, menulis, komunikasi virtual, marketing, copywriting, customer support, sales, logistik, virtual assistance, dan tutoring online.
Tidak semua profesi bisa masuk kategori ini. Misalnya, dokter dalam masa residensi atau chef profesional, yang tetap membutuhkan lingkungan kerja intens dan fisik. Inti dari “lazy girl jobs” adalah pekerjaan yang tidak terlalu melelahkan secara fisik atau mental, tidak menuntut keterampilan khusus, dan lebih menekankan kenyamanan serta keseimbangan hidup daripada pengembangan karier ekstrem.
Hubungan dengan Tren Girl Boss dan Hustle Culture
Berbeda dengan tren Girl Boss yang menekankan pengorbanan pribadi demi kesuksesan karier, lazy girl jobs menolak budaya kerja berlebihan atau hustle culture. Banyak karyawan muda yang merasa tertekan oleh ekspektasi lembur, kerja akhir pekan, dan mengorbankan kehidupan pribadi demi pekerjaan.
Tren ini menekankan bahwa kesejahteraan mental dan fisik harus menjadi prioritas.
Namun, penting dicatat bahwa pilihan pekerjaan tetap bergantung pada tujuan dan gaya hidup masing-masing. Ada pekerja yang memang memilih lingkungan kerja yang menuntut demi pencapaian karier, dan itu bukan hal negatif.
Kelebihan dan Kekurangan “Lazy Girl Jobs”
Kelebihan:
- Fleksibilitas tinggi dan pekerjaan remote.
- Keseimbangan kerja-hidup lebih baik.
- Mengurangi burnout dari budaya hustle.
- Tekanan mental lebih rendah.
- Penghasilan yang adil dan memadai.
Kekurangan:
- Tidak semua pekerja cocok untuk pekerjaan remote.
- Motivasi dan nilai pekerjaan bisa rendah.
- Perkembangan karier terbatas.
- Otomatisasi dan AI berpotensi membuat peran usang.
- Batas penghasilan bisa cepat tercapai.
Dampak terhadap Perusahaan dan Rekrutmen
Tren ini juga memengaruhi cara perusahaan menarik dan mempertahankan talenta. Perusahaan yang menawarkan peran berbasis komputer, desk job, atau hybrid perlu memastikan:
- Workflow dan operasional tertata rapi.
- Gaji kompetitif untuk setiap posisi.
- Kepemimpinan memahami kebutuhan staf.
- Pilihan kerja remote atau jam fleksibel.
- Kompensasi tambahan untuk pekerjaan luar biasa.
- Lingkungan kerja aman dan kondusif.
- Memberikan kesempatan pengembangan karier secara adil.
- Menghindari bias di semua level organisasi.