Hari Bakti Dokter Indonesia, IDI Kampanyekan Hal Ini
- www.pixabay.com/jennycepeda
VIVA – Selain memperingati Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei kemarin , mulai tahun 2008, Pemerintah Indonesia juga menetapkan tanggal 20 Mei sebagai Hari Bakti Dokter Indonesia, yang dimulai dari perjuangan Boedi Oetomo pada tahun 1908.
Tahun 2023 ini merupakan peringatan Hari Bakti Dokter Indonesia ke-115 dimana PB IDI mengusung tema Dokter Indonesia untuk Rakyat Indonesia yang bermakna wujud nyata bakti dokter Indonesia untuk rakyat Indonesia dalam partisipasinya mendampingi masyarakat menuju Indonesia Sehat yang berdaulat. Scroll lebih lanjut ya.
Disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), DR dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT, melalui momentum Hari Bakti Dokter Indonesia ke-115 ini, PB IDI mengajak seluruh dokter Indonesia tidak hanya menjadi agent of treatment, namun harus mampu menularkan nilai profesi dan kecendikiawanannya sebagai agent of change di tengah gempuran narasi yang nirfakta.
Adib menambahkan, edukasi yang konsisten dan pelayanan yang berkesinambungan, akan menciptakan manusia Indonesia yang cerdas, sehat dan sejahtera sehingga mampu bersama memecahkan berbagai masalah. Pun sebagai agent of development, dokter Indonesia dapat terus berkarya sesuai kemajuan tekhnologi dan sumber daya, yang akhirnya akan bermuara pada kebijakan programatik untuk masyarakat.
"Dengan semangat yang sama, niscaya dokter dan rakyat kembali dalam barisan yang tidak berbeda dalam memperjuangkan kemajuan bangsa. Seiring, seirama, setumpah darah Indonesia. Dokter Indonesia akan terus terdepan dalam pengabdian dan sinergis dalam pembangunan. Bangga menjadi dokter Indonesia, karena dokter Indonesia untuk rakyat Indonesia,” katanya.
Presiden Dokter di seluruh dunia (World Medical Association/ WMA) DR Dr David Barbe menyatakan bahwa pandemi ini membuat para dokter merasa kecewa dan kehilangan semangat dalam perjuangan mereka melawan Covid-19. Dia menjelaskan bahwa ada banyak dokter di seluruh dunia yang tidak merasa dihargai atau didukung atas risiko yang telah mereka ambil atau pengorbanan yang telah mereka lakukan dalam merawat pasien dengan COVID.
"Banyak yang mengalami demoralisasi. Banyak yang merasa pemerintah mereka, dan, dalam beberapa kasus, rumah sakit mereka mengecewakan mereka. Beberapa merasa diterima begitu saja atau bahkan dimanfaatkan,” katanya.