Melindungi Anak dari Jerat Pekatnya Asap Rokok
- pixabay
VIVA – Ratih (bukan nama sebenarnya) nyaris selalu bertengkar tiap meminta uang belanja dari suaminya, Mardi (bukan nama sebenarnya). Seringkali, Mardi lebih pilih beli rokok dibandingkan kebutuhan hari-hari. Bahkan, bagi Mardi, urusan rokok jadi nomor satu dibanding kebutuhan anak-anak mereka. Mardi tidak segan mengurangi uang belanja hanya untuk beli rokok.
“Sekarang misalnya gaji Rp50 ribu, rokok sekian, belanja. Kan jadinya hanya Rp20 ribu. Dari uang saku, sebetulnya mengurangi,” ucap Ratih, dikutip dari laporan sebuah penelitian berjudul ‘Perilaku Merokok dan Dampaknya Terhadap Kualitas Hidup pada Keluarga Penerima Dana Bantuan Sosial’.
Setiap harinya, Mardi kerja serabutan. Ia bekerja di Malang, Jawa Timur dengan gaji kurang lebih Rp1,5 juta per bulan. Sedangkan Ratih berjualan dengan penghasilan tidak menentu. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, mereka juga rutin menerima bantuan sebesar Rp700 ribu per tiga bulan, beras 10 kilogram per bulan, listrik token Rp200 ribu per bulan.
Mereka punya empat anak. Anak pertama kini duduk di bangku SMK. Sementara tiga lainnya duduk di bangku SMP, SD dan si bungsu masih balita. Namun, kondisi tersebut juga tidak mengurangi niatan Mardi membeli rokok. Walau keadaan ekonomi sedang tidak membaik, urusan rokok tetap nomor satu bagi Mardi.
“Meski sekarang bayar sekolah, yang dipentingkan adalah rokok,”ujar Ratih.
Sementara untuk kebutuhan sehari-hari sendiri, Ratih mengatakan, cukup dengan nasi dan telur. Hal ini sesuai dengan survei Badan Pusat Statistik tahun 2019 yang menyebut bahwa rokok menjadi komoditas kedua yang dibeli oleh masyarakat miskin, baik di kota (12,22 persen) maupun di desa (11,36 persen).
Menurut Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial, Dr Renny Nurhasana, yang juga merupakan penulis utama studi tersebut, fenomena itu terjadi lantaran harga rokok yang masih relatif terjangkau bagi masyarakat miskin. Efek adiksi yang ditimbulkan dari rokok sendiri membuat keluarga miskin sulit berhenti merokok, meski dalam kondisi ekonomi yang sulit.
“Selain itu, perilaku merokok juga berdampak pada aspek kesehatan, seperti gangguan pernapasan dan gizi buruk pada anak,” ucap Renny.