- ANTARA/Rony Muharrman
Selain tanaman yang tepat, warga juga membangun sistem kanal air yang baik untuk mencegah lahan gambut mengering atau sebaliknya, kebanjiran. Memang, sebelum memasuki hutan Desa Sungai Beras, terlihat kanal-kanal selebar dua meter di sepanjang perjalanan. Abdul Hamid menjelaskan, kala musim kemarau, kanal akan disekat-sekat untuk memastikan lahan gambut tidak sampai kekeringan. Jika kekeringan, lahan gambut akan mudah terbakar. “Sudah sepuluh sekat kanal kami buat di dekat hutan Desa Sungai Beras,” ujar Hamid.
Sekat dibuat melalui swadaya masyarakat. Panjang sekat kanal berbeda-beda, begitu pula jaraknya, antara 500 meter sampai satu kilometer. Sekat terbuat dari kayu, terpal plastik dan paku. Biayanya, “Rp300 ribu itu sudah sama makan siang,” kata Hamid sambil tersenyum.
Bimo Premono, fasilitator KKI Warsi yang mendampingi Kelompok Tani Senang Jaya, menyatakan, sekat kanal yang dibuat kelompok tani di Desa Sungai Beras ini memang tidak memiliki daya tahan lama. Namun, “sekat kanal yang dibuat masyarakat ini efektif dan efisien. (Sekat) bisa digunakan ketika musim kemarau agar air tidak ke luar ke sungai yang lebih besar,” katanya.
Menjaga pasokan air ini juga penting bagi warga untuk memenuhi kebutuhan pangan seperti sayur-mayur. Warsi membantu warga mengembangkan pertanian dengan media air. “Sekarang masyarakat sudah bisa memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayur-sayuran dengan sistem hidroponik,” ujar Bimo. Sayur-sayuran yang tak bisa ditanam di lahan gambut jadi bisa dikembangkan dengan hidroponik.
Waha adalah salah satu warga yang sudah memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayur kangkung. “Tidak perlu lagi beli sayur-sayuran. Semua sudah tersedia di perkarangan rumah,” katanya.
Panjang sekat kanal berbeda-beda, begitu pula jaraknya, antara 500 meter sampai satu kilometer. Foto: VIVA.co.id/Ramond Epu
Tindakan Pemerintah
Kepala Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Donny Osmond, menyebut, 90 persen penyebab kebakaran lahan gambut adalah manusia, sisanya baru alam. Dampaknya tentu juga bagi manusia itu sendiri. Selain masalah kesehatan, kebakaran hutan 2015 lalu misalnya, membuat ekonomi Jambi melambat karena 130 ribu hektare terbakar, dengan kerugian mencapai Rp12 triliun.