Melirik Potensi dari Redupnya Surga Belanja Singapura

Suasana mal di Singapura yang kosong dan sepi pengunjung.
Sumber :
  • Reuters/Edgar Su

Perkuat kualitas produk nasional

Anak Farida Nurhan Diduga Alami Kekerasan dari Pria, Dipukul Hingga Disundut Puntung Rokok

Penjualan produk ritel bermerek di Singapura, yang selama ini dikenal sebagai surganya tempat belanja di kawasan Asia, sedikit banyak dipengaruhi oleh berubahnya pola belanja masyarakat Indonesia, khususnya kalangan menengah ke atas.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eny Sri Hartati mengungkapkan, penurunan tersebut terlihat dari berkurangnnya wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Singapura.

IHSG Sesi I Anjlok 41 Poin, Saham Alamri hingga Indosat Naik Pesat

"Kalau mereka (kalangan menengah ke atas) mengurangi wisata belanja ke Singapura, otomatis ada alternatif dari perilaku belanja mereka itu," kata Eny kepada VIVA.co.id, Rabu, 8 Juni 2016.

Adanya perubahan perilaku belanja dari masyarakat menengah ke atas memberikan dampak positif terhadap peningkatan penjualan ritel kalangan menengah ke atas di Indonesia.

Rosan: Tak Ada Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan Tanpa Peningkatan SDM

Dia mengatakan, untuk memiliki pasar ritel yang besar, Pemerintah Indonesia dan segenap pengusaha perlu memperhatikan basis produksi dalam negeri, dan memberikan kesadaran masyarakat terhadap produk berkualitas dalam negeri, agar aktivitas ekonomi berlangsung efisien.

Sejalan dengan itu, pemerintah juga harus dapat mendorong penciptaan produk-produk dalam negeri yang berkualitas internasional, kemudian memfasilitasi produsen dengan memberikan kemudahan-kemudahan kepengurusan merek dagang.

"Misalnya Indonesia, mulai menggarap produk-produk yang memiliki nilai kompetitif dan tidak harus bergantung dengan brand luar. Artinya, Indonesia memiliki basis produksi yang dapat juga menunjang pembesaran pasar ritel dalam negeri," ungkapnya.

Eni mengungkapkan, salah satu barang produksi Indonesia dipasarkan di pasar ritel Singapura dengan merek dagang Singapura. Umumnya, orang mengetahui produk tersebut adalah hasil produksi dalam negeri Singapura.

Padahal, menurutnya, Singapura tidak memiliki basis produksi dalam negeri. Sehingga, Singapura bergantung pada pasokan produksi negara lain untuk mengisi pasar ritel dalam negerinya.

"Artinya, sebenarnya yang punya kemampuan produksi kan Indonesia. Cuma, Singapura kan menang di jasa, di merek dagang. Merek-merek dagang kan dikeluarkannya di Singapura," ucapnya.

Karena itu, menurutnya, pengusaha di Indonesia harus bisa keluar dari ketergantungan brand-brand luar. Dia menekankan, para pengusaha harus percaya diri kalau produk-produknya layak berkompetisi baik di dalam maupun luar negeri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya