Perlukah Mahkamah Agung Dirombak?

Gedung Mahkamah Agung
Sumber :
  • VivaNews/ Nurcholis Anhari Lubis

VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo telah menyatakan komitmen untuk mengeluarkan paket kebijakan reformasi hukum di Indonesia. Paket kebijakan ini akan diarahkan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap keadilan dan kepastian hukum.

Kasus Korupsi Asabri, Eks Dirut Adam Damiri Siap Ajukan PK ke Mahkamah Agung

Reformasi itu menyangkut penataan regulasi, reformasi lembaga penegak hukum, dan membangun budaya hukum. Dalam rangka itu, Presiden mengundang banyak pihak terkait di bidang hukum, untuk memberikan pandangannya.

Salah satu lembaga yang diundang adalah Komisi Yudisial. Saat berkesempatan mengungkapkan pendapat, lembaga yang berwenang mengawasi perilaku hakim ini meminta Presiden untuk merombak struktur organisasi Mahkamah Agung.

MA Anulir Vonis Lepas Terdakwa Korporasi Kasus Ekspor CPO

Perombakan itu dinilai akan dapat membenahi struktur organisasi, sekaligus menekan potensi timbulnya mafia peradilan. Ketua KY, Aidul Fitriciada Azhari, menyebut perombakan itu penting dilakukan sebagai bagian dari reformasi peradilan.

"Selama ini ada overlap, tumpang tindih, terutama dominasi birokrasi di MA yang menyebabkan hakim tidak memiliki independensi," kata Aidul di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, 1 November 2016.

Tiga Hakim dan Satu Panitera PN Jaksel Dilaporkan ke Bawas MA atas Dugaan Pelanggaran Kode Etik

Peradilan modern kata Aidul, dapat diwujudkan dengan mengurangi fungsi birokrasi di tubuh MA, sehingga lembaga ini dinilai harus fokus pada tugas-tugasnya sebagai lembaga yudisial. "Yakni memeriksa, mengadili dan memutus. Kalau tugas non- birokrasi dikurangi."

Menurut Aidul, restrukturisasi di MA disebutnya sebagai prioritas, jika Jokowi memang berniat melakukan reformasi pada sistem peradilan. "Kami sarankan dimulai dari reorganisasi MA, karena akan berdampak luas pada kinerja MA yang akan mereduksi mafia peradilan dan berdampak luas juga pada kepercayaan publik," ungkapnya.

Selain restrukturisasi MA, KY juga melihat perlunya peningkatan kesejahteraan dalam bentuk fasilitas rumah bagi Hakim. Aidul melihat fasilitas perumahan bagi hakim di banyak daerah masih buruk, sehingga dinilai tak layak. Padahal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim, disebutkan bahwa hakim berhak menempati rumah negara.

Dia menilai, apabila fasilitas perumahan ini bisa dipenuhi setidaknya hakim akan memiliki martabat untuk tampil di tengah masyarakat maupun di ruang peradilan.

"Faktanya banyak Hakim yang bukan kontrak, tapi nge-kos di tempat-tempat yang sebenarnya juga tidak cukup layak, sekali pun mereka tunjangan apa remunerasinya cukup tinggi," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya