Cita-cita Saya Kalahkan Tomy Winata
- Dok. Pribadi Yoyok Riyo Sudibyo
VIVA.co.id – Yoyok Riyo Sudibyo, demikian nama orang nomor satu di Kabupaten Batang, Jawa Tengah ini. Perawakan pensiunan tentara ini tak seberapa besar. Bicaranya ceplas ceplos. Suaranya terdengar keras dan tegas.
Namun, tak jarang ia bicara lirih. Sesekali ia menarik napas panjang di tengah perbincangan.
Nama pria kelahiran Batang, 23 April 1972 ini tiba-tiba menjadi buah bibir. Sebab, mantan danramil termuda ini menjadi salah satu penerima Bung Hatta Anti-Corruption Award pada 2015.
Ia dianggap sebagai kepala daerah yang bersih dari korupsi. Selain itu, ia dinilai sebagai kepala daerah yang berhasil menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Sejumlah terobosan dilakukan oleh mantan dansatgas Badan Intelijen Negara (BIN) Wilayah Jaya Wijaya, Papua, ini. Salah satunya menggelar festival anggaran. Ia juga melarang semua kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melayani atau memberi fee proyek kepada siapa pun yang mengatasnamakan bupati. Tak hanya itu. Ia juga menggelar lelang secara terbuka dan berbasis elektronik.
Namun, siapa sangka. Di balik pujian dan apresiasi yang dilayangkan banyak kalangan, ternyata Yoyok merasa “tersiksa” menjalani tugasnya sebagai kepala daerah. Alih-alih menikmati segala fasilitas dan privilege sebagai bupati, ia malah kerap stres dan tertekan. Bahkan, ia bersumpah agar anak-anaknya tak mengikuti jejaknya sebagai kepala daerah.
Berikut petikan wawancara VIVA.co.id dengan pria jebolan Akademi Militer tahun 1994 ini. Wawancara dilakukan di rumah dinas bupati yang terletak di sisi selatan alun-alun Batang beberapa waktu lalu.
Karier militer Anda bagus. Kenapa banting setir?
Saya lulus dari Akmil baik, bagus. Saya danramil termuda. Pada saat saya ditugaskan ke Papua, karier dagang saya lebih bagus dibanding di TNI. Dengan modal Rp44 juta hasil menjual mobil dalam waktu singkat saya bisa jadi anak macan di Papua.
Jadi, sebelum jadi bupati Anda bisnis dulu?
Iya. Saya jualan baju, buka distro, toko serba lima ribu, toko roti, ambil alih manajemen hotel dan sebagainya. Kalau dihitung dengan ilmu dagang saya dianggap maju pesat. Sampai oleh raja factory outlet (FO) di Bandung Ferri Tristianto, saya “ditenteng” ke mana-mana untuk berbicara soal entrepreneur. Saya diminta berbicara di universitas bagaimana saya mengaplikasikan ilmu TNI untuk dagang dan berhasil.