Raksasa Farmasi hingga Bioteknologi Dilanda PHK Massal Sepanjang 2025, Kok Bisa?

Ilustrasi farmasi.
Sumber :
  • vstory

Jakarta, VIVA – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran tengah mengguncang industri farmasi global sepanjang 2025. Data menunjukkan, sektor biopharma mencatat setidaknya 128 putaran PHK hanya dalam paruh pertama tahun ini. 

Angka tersebut melonjak 32% dibanding periode yang sama di 2024, menandakan tekanan ekonomi yang semakin dalam sekaligus strategi efisiensi yang memukul ribuan pekerja di berbagai negara.

Bulan Mei 2025 menjadi catatan paling kelam. Dalam satu bulan saja, tercatat 29 kali pemangkasan tenaga kerja di perusahaan farmasi besar maupun kecil. Hingga mendekati akhir kuartal III, tren ini belum menunjukkan tanda-tanda mereda. 

Ribuan pekerja, mulai dari perusahaan farmasi raksasa hingga startup bioteknologi, terpaksa kehilangan pekerjaan, sementara perusahaan terus menghadapi tantangan serius: patent cliff, pendanaan seret, serta dorongan efisiensi demi kepentingan pemegang saham.

Ilustrasi obat

Photo :
  • Pixabay/ Arek Socha

Skala PHK Farmasi 2025

Melansir dari HR Digest, beberapa nama besar mendominasi daftar panjang pemangkasan. Bristol Myers Squibb (BMS) tercatat paling agresif, dengan lebih dari 1.000 posisi dihapus pada semester I. 

Rinciannya termasuk 516 orang di Lawrenceville, New Jersey pada Mei, 223 orang pada Maret, serta pemangkasan skala lebih kecil di Redwood City, California.

Langkah ini bagian dari strategi penghematan US$3,5 miliar (setara Rp57,4 triliun) hingga 2027, menyusul habisnya masa paten beberapa obat andalan seperti Eliquis dan Opdivo.

Tak kalah, Novartis memangkas 427 karyawan di kantor pusat AS pada Maret, disusul gelombang berikutnya hingga Oktober.

Teva Pharmaceuticals mengumumkan rencana pemangkasan terbesar: 2.893 posisi global hingga 2027, dengan target efisiensi US$700 juta (Rp11,4 triliun) per tahun.

Sementara itu, Bayer memangkas 2.000 peran di kuartal I sebagai bagian dari transformasi besar setelah sebelumnya melepas 11.000 posisi sejak 2023. Pfizer juga tak ketinggalan, memutuskan 100 karyawan di Washington pada Agustus, imbas akuisisi Seagen senilai US$43 miliar. 

Merck menutup fasilitas di Pennsylvania, memengaruhi 163 pekerja. Sedangkan CSL asal Australia memangkas 15% dari total tenaga kerjanya, sekitar 29.000 orang.

Tahun Pahit Bagi Bioteknologi

Jika perusahaan besar melakukan efisiensi, sektor biotek justru terpukul lebih keras. PHK kerap menjadi “mode bertahan hidup.” Sage Therapeutics melepas 338 pegawai di Cambridge, Massachusetts, terkait akuisisi oleh Supernus Pharmaceuticals. 

Recursion Pharmaceuticals memangkas 20% staf demi memperpanjang “runway” kas hingga 2027. Vertex memangkas 125 pegawai, sementara Exelixis mengurangi 130 pekerja dengan menutup fasilitas di Pennsylvania.

Banyak perusahaan kecil bahkan gulung tikar total. Appia Bio tutup pada Agustus karena kehabisan dana. Lyndra Therapeutics bangkrut pada Maret, sementara iTeos terpaksa berhenti usai kehilangan mitra riset. Unity Biotechnology bahkan melepas seluruh 16 pegawainya pada Mei, mempertimbangkan penjualan atau penutupan permanen.

Mengapa PHK Farmasi 2025 Begitu Besar?

Para analis menilai, ada kombinasi faktor penyebab. Dari sisi big pharma, habisnya masa paten obat blockbuster mendorong restrukturisasi besar-besaran. Bagi bioteknologi, krisis pendanaan ventura menjadi pemicu utama, memaksa mereka melakukan PHK demi memperpanjang nafas bisnis.

Faktor makro pun ikut memperburuk keadaan. Inflasi tinggi, tingkat pengangguran AS yang naik ke 4,2% pada Juli, serta ketidakpastian kebijakan suku bunga Federal Reserve menambah tekanan. Tak heran, sektor kesehatan tercatat turun 3,3% di pasar modal, berbanding terbalik dengan sektor utilitas yang justru melesat.

Prospek Suram Bagi Pekerja

Para pekerja menjadi korban terbesar dari gelombang efisiensi ini. Biaya pesangon pun membengkak, seperti Recursion yang mengeluarkan US$11 juta (Rp180,4 miliar) dan Nkarta sekitar US$5,5–6,5 juta (Rp90,2–106,6 miliar). Komunitas farmasi di pusat riset seperti Massachusetts, California, dan New Jersey merasakan dampak paling nyata.

Dengan lebih dari 3.140 perusahaan global mengumumkan PHK massal sejak Januari 2025, para pengamat memperingatkan bahwa tahun ini bisa melampaui rekor kelam 2024. 

Inovasi di bidang farmasi memang terus berjalan, tapi pertanyaan besar muncul: apakah efisiensi bisa berjalan tanpa mengorbankan SDM yang justru menjadi motor penggerak riset dan terobosan medis?