Saya Poligami Justru Melindungi Harkat dan Martabat Perempuan
- VIVA/M Ali Wafa
Bagaimana dengan anak-anak Anda?
Anak saya senang-senang saja. Karena mereka bisa dapat uang jajan lebih banyak. Ada tiga sumber kan. Umi, bunda, dan mama. Anak saya ada lima, ada yang meninggal satu. Dan saat ini istri ketiga sedang hamil. Anak pertama saya, usia 20 sudah menikah. Saya sudah punya cucu, umurnya 11 bulan.
Mengapa izinkan anak menikah di usia muda?
Kami di pesantren sangat meyakini, dalam Islam, apa yang kita dapat dalam hidup adalah rezeki bersama. Jadi, menurut kami, Tuhan tidak memberikan kita pekerjaan, tapi memberikan rezeki. Ketika kita punya istri, pasti ada rezekinya. Kita tahu bagaimana pergaulan anak sekarang. Banyak di dapil saya, anak SD sudah bergaul sangat bebas. Saya hindari anak saya dari berbuat dosa. Sebagai orang tua, saya merasa mampu membantu ekonominya, saya bantu. Alhamdulillah, pengalaman saya, ketika saya menikah ada saja rezekinya. Saya tahu itu bukan rezeki pribadi, tapi rezeki sebagai suami istri. Bahkan, rasanya cukup sekali meski istri bertambah, dan anak juga banyak. Jadi itu urusan yang kuasa memberikan rezeki. Bukan urusan kita.
Tapi, poligami menyakiti perempuan. Dan itu yang ditolak oleh pegiat hak-hak perempuan. Anda dianggap mencederai itu. Tanggapan Anda?
Tapi, terbukti tak ada yang tersakiti di kami. Saya bisa membuktikan itu. Silakan wawancara istri saya. Media sosial milik istri tak pernah saya atur-atur. Semua mereka pegang sendiri. Saya bahkan tak tahu password-nya. Jadi, jika mereka tersakiti oleh saya dan ingin menulis di media sosialnya, ya silakan saja. Bahkan, istri pertama saya juga tak pernah mengatur-atur istri kedua dan ketiga. Mau komentar apa saja bebas, tak perlu izin. Orang tua saya selalu mengajarkan, manusia berbeda dengan alat berat. Alat berat dinaikkan ke truk, maka dia diam saja. Tak akan bergerak, kecuali diturunkan. Kalau manusia, meski dinaikkan ke mobil mewah, kalau dia tak suka, dia akan mencari cara untuk turun lagi. Bahkan kalau perlu loncat. Logikanya, jika istri saya tidak bahagia, dia pasti akan menggugat cerai. Apalagi, mereka semua dari keluarga berada. Istri ketiga, ayahnya pegawai negeri dan dia pernah bekerja di bank. Istri kedua, lulusan sekolah perawat, ayahnya adalah TNI, dan ia anak satu-satunya. Kalau istri tak terima pada saya, orang tuanya juga pasti tak terima. Tapi, itu tak terjadi. Semuanya dukung, orang tuanya juga dukung. Jadi menurut saya, tak ada masalah.