Frustasi Angka Kelahiran Rendah, Presiden Korsel Bentuk Kementerian Baru
- Im Hun-jung/Yonhap via AP
Inisiatif-inisiatif seperti memperpanjang cuti ayah yang dibayar, menawarkan “voucher bayi” berupa uang kepada orang tua baru, dan kampanye sosial yang mendorong laki-laki untuk berkontribusi dalam pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga, sejauh ini gagal membalikkan tren tersebut.
Para ahli dan warga malah menunjuk pada beberapa masalah sosial yang mengakar, misalnya stigma terhadap orang tua tunggal, diskriminasi terhadap kemitraan non-tradisional, dan hambatan bagi pasangan sesama jenis.
Pemerintah Jepang telah mencoba cara serupa untuk mendorong pasangan agar memiliki anak, namun tidak membuahkan hasil, sehingga mendorong pemimpin negara tersebut mengambil tindakan segera dalam beberapa tahun terakhir.
Pada Januari 2023, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida memperingatkan bahwa Jepang tidak mampu mempertahankan fungsi sosial karena menurunnya angka kelahiran, dan mengumumkan rencana untuk membentuk lembaga pemerintah baru yang fokus pada masalah ini.
Bendera Korea Selatan.
- Pixabay.
Badan tersebut, Badan Anak dan Keluarga, diluncurkan beberapa bulan kemudian, yang dimaksudkan untuk mengatasi sejumlah masalah, mulai dari meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak, hingga mendukung keluarga dan orang tua, menurut situs webnya.
Langkah-langkah ini, selain mulai dari meningkatkan layanan penitipan anak dan menyediakan tempat bagi anak-anak untuk bermain dan tinggal, hal ini juga bertujuan untuk mengatasi penurunan angka kelahiran dan menciptakan masyarakat, di mana orang-orang memiliki harapan untuk menikah, memiliki anak, dan membesarkan mereka.
