Mampukah Tiongkok Taklukkan Teknologi Chip Tanpa Mencurinya?

SMIC, perusahaan manufaktur chip kontrak terbesar di Tiongkok
Sumber :
  • VCG

Beijing, VIVA – Di kawasan industri Beijing tenggara, insinyur Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC) tengah berpacu dengan waktu dan tekanan sanksi internasional.

Helikopter Jatuh Timpa Kapal Tongkang di Sungai Mississipi AS, Dua Pekerja Tewas

Perusahaan yang telah lima tahun masuk daftar hitam Amerika Serikat itu berupaya meningkatkan produksi chip 14nm dan 7nm. Meski bukan teknologi terdepan secara global, langkah ini dinilai sebagai kemajuan besar—terlebih karena SMIC menargetkan seluruh prosesnya menggunakan peralatan buatan Tiongkok.

Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi besar pemerintah Tiongkok di bawah Partai Komunis (PKT) untuk mencapai kedaulatan teknologi. Beijing menggelontorkan miliaran dolar guna membangun ekosistem semikonduktor secara domestik.

PM India Modi Merapat ke Xi Jinping Usai Digempur Tarif Trump 50 Persen

Puncak dari upaya ini adalah fotolitografi, proses ultra-presisi penggoresan sirkuit pada wafer silikon. dengan fokus pada teknologi fotolitografi—proses ultra-presisi menggores sirkuit pada wafer silikon.

Ilustrasi chipset

Photo :
  • Slashgear
Mobil Pick-up Listrik Ini Pecahkan Rekor Jarak Tempuh 1.700 Km Sekali Isi Daya! 

Di sektor ini, dunia masih bergantung pada ASML, perusahaan Belanda yang menguasai teknologi mesin Ultraviolet Ekstrem (EUV) untuk memproduksi chip sub-5nm. Harga tiap mesin menembus USD 300 juta dan berisi ribuan komponen presisi.

Namun, kontrol ekspor membatasi akses Tiongkok terhadap teknologi tersebut. Sebagai gantinya, Beijing mendorong riset domestik melalui subsidi negara, mobilisasi akademisi, hingga, menurut sejumlah laporan, aksi spionase industri.

Dorongan semikonduktor ini tidak semata demi ekonomi, melainkan manuver geopolitik. Kongres PKT ke-20 menegaskan kemandirian teknologi sebagai isu keamanan nasional. Perusahaan seperti Naura Technology dan AMEC, bersama universitas dan laboratorium militer, ditugaskan mencari alternatif lokal bagi sistem EUV ASML, termasuk lewat eksperimen plasma pelepasan terinduksi laser (LDP).

Namun, tantangan besar menghadang. Pengembangan mesin EUV oleh ASML memakan waktu puluhan tahun dan kolaborasi global. Tiongkok mencoba mempercepat proses ini—sebuah upaya yang dinilai sebagian pihak sebagai jalan pintas inovasi.

Rekam jejak Tiongkok di industri semikonduktor kerap diwarnai tuduhan pencurian kekayaan intelektual. Investigasi CBS News menyebut kelompok peretas APT 41 yang didukung negara telah mencuri triliunan dolar data sensitif dari lebih 30 perusahaan multinasional, mencakup cetak biru jet tempur sistem rudal, hingga desain chip proprietary. Operasi yang dijuluki “CuckooBees” ini berjalan bertahun-tahun tanpa terdeteksi mencuri gigabita data sensitif dari berbagai perusahaan di Amerika Utara, Eropa, dan Asia.

Selain peretasan, strategi lain meliputi transfer teknologi paksa dalam usaha patungan, perjanjian lisensi yang menekan, dan perekrutan agresif talenta asing. Laporan Bagian 301 dari Perwakilan Dagang AS merinci bagaimana perusahaan asing yang beroperasi di Tiongkok seringkali dipaksa untuk berbagi teknologi kepemilikan sebagai syarat akses pasar.

Model "memperkenalkan, mencerna, menyerap, berinovasi ulang" ini bukanlah inovasi, melainkan pembajakan yang disetujui negara.

Kasus ASML menjadi salah satu contoh menonjol. Pada 2018, ASML menggugat Xtal Inc., perusahaan Silicon Valley yang didirikan eks-insinyur ASML, karena mencuri kode sumber dan membocorkannya ke Dongfang Jingyuan Electron Ltd., perusahaan Beijing yang didukung pemerintah.

Pengadilan menemukan bahwa 2 juta baris kode kepemilikan ASML telah dicuri dan dibagikan kepada entitas-entitas Tiongkok. Insinyur tersebut, yang kini sukses di Tiongkok, masih berada di bawah surat perintah penangkapan di California.

Meskipun demikian, ASML tetap beroperasi di Tiongkok, bahkan membuka Pusat Reuse & Repair di Beijing. Keterlibatan paradoks ini, terlepas dari adanya pencurian, menggarisbawahi dilema yang dihadapi perusahaan-perusahaan Barat: Tiongkok adalah pasar yang terlalu besar untuk diabaikan, meskipun hal itu justru merusak fondasi persaingan yang adil.

Peluncuran Mate 60 Pro dari Huawei, yang ditenagai oleh chip 7nm produksi dalam negeri, dipuji sebagai kemenangan kecerdikan Tiongkok. Namun, para analis tetap skeptis. Tanpa akses ke teknologi EUV, fabrikasi chip tersebut kemungkinan besar mengandalkan metode Deep Ultraviolet (DUV) yang lebih lama, yang mungkin ditingkatkan melalui komponen asing yang dirahasiakan atau proses rekayasa balik. 

Narasi kemandirian PKT menutupi kebenaran yang lebih dalam terkait kemajuan yang dibangun di atas perancah curian tidaklah berkelanjutan.

Secara teknis, mungkin suatu hari nanti. Namun secara etis dan strategis, jalan yang dipilih Tiongkok, yang dipenuhi paksaan, spionase, dan pengabaian norma-norma global, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mendalam. Pendekatan PKT terhadap supremasi semikonduktor bukan hanya tantangan bagi industri Barat. Pendekatan ini juga merupakan tantangan bagi prinsip-prinsip inovasi, transparansi, dan supremasi hukum.

Jika Tiongkok berhasil membangun ASML-nya sendiri, itu bukan hanya kemenangan rekayasa. Ini akan menjadi bukti rezim yang menjadikan pencurian sebagai senjata kebijakan dan menutupi apropriasi dengan bahasa kemajuan. Dunia harus memutuskan apakah akan menghargai perilaku semacam itu, atau menolaknya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya