Polisi Ungkap Aksi Pungli di Permata Hijau, Premanisme Mengatasnamakan Ormas
- canada.com
Jakarta, VIVA – Kasus pemerasan yang melibatkan anggota salah satu organisasi masyarakat (ormas) kembali mencuat di tengah kekhawatiran publik terhadap aksi premanisme yang mengatasnamakan ormas. Kali ini, Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya berhasil membekuk seorang pria berinisial J yang telah lama menjalankan aksinya di kawasan Jakarta Selatan.
Penangkapan tersebut menjadi sorotan karena tersangka diketahui merupakan anggota aktif ormas Forum Betawi Rempug (FBR) ranting 153 Juraganan. Selama lima tahun terakhir, J menjalankan aksinya dengan dalih sebagai juru parkir liar sekaligus 'penjaga keamanan' di wilayah Permata Hijau.
Preman Berkedok Ormas: Pungli dan Ancaman Proyek
Kasus ini terbongkar setelah aparat kepolisian menerima laporan adanya pemerasan terhadap seorang mandor proyek pembongkaran rumah. Kejadian itu berlangsung pada Selasa, 13 Mei 2025, tepatnya di Jalan Pulo Kenanga Raya, Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Baru.
Menurut keterangan AKBP Abdul Rahim, Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, saat itu tersangka J sedang memaksa korban untuk menyerahkan uang keamanan sebesar Rp500 ribu. Tak hanya itu, ia juga merampas ponsel korban sebagai bentuk tekanan agar permintaannya segera dipenuhi.
"Pelaku mengancam akan menghentikan secara paksa proyek yang sedang dikerjakan oleh korban jika uang yang diminta tidak diberikan," jelas Abdul Rahim saat konferensi pers pada Sabtu 17 Mei 2025.
Ilustrasi penganiayaan.(Sumber : istockphoto.com)
- VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)
Karena merasa terancam dan tidak ingin proyeknya terganggu, korban akhirnya menyerahkan uang sebesar Rp200 ribu. Meskipun jumlah tersebut tidak sesuai dengan permintaan awal pelaku, namun cukup untuk membuat korban terbebas sementara dari tekanan yang diberikan.
Di Balik Aksi Premanisme: Alasan Kebutuhan hingga Penyalahgunaan Narkoba
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, tersangka J mengakui bahwa selama menjadi anggota ormas FBR, dirinya kerap melakukan pungutan liar kepada warga maupun pelaku usaha setempat. Dalih yang digunakan selalu sama: uang keamanan. Padahal, uang tersebut sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk membeli narkoba.
Tindakan J bukan hanya mencoreng nama baik ormas yang seharusnya berfungsi sebagai pengayom masyarakat, tetapi juga membuka kembali wacana tentang maraknya oknum yang memanfaatkan atribut ormas untuk melakukan tindakan kriminal.
Barang Bukti dan Proses Hukum
Ilustrasi mobil polisi.
- Antara
Polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti dari tangan tersangka, salah satunya adalah kemeja atribut ormas yang sering digunakan saat beraksi. Barang ini menjadi bukti penting bahwa pelaku menggunakan simbol organisasi untuk menakut-nakuti korban.
Kini, J harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Ia dijerat dengan Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemerasan. Ancaman hukuman maksimal yang dihadapi pelaku adalah sembilan tahun penjara.
Pentingnya Penertiban dan Pengawasan terhadap Oknum Ormas
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi aparat dan masyarakat luas tentang bahaya laten oknum ormas yang menyalahgunakan identitas organisasi untuk tujuan pribadi. Tindakan J hanyalah salah satu dari banyak kasus serupa yang kerap luput dari pantauan.
Polisi pun diharapkan terus melakukan pemantauan intensif terhadap aktivitas ormas di lapangan, terutama yang kerap terlibat dalam kegiatan pungli, pemerasan, dan intimidasi terhadap warga sipil maupun pelaku usaha.
Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan pengurus ormas sah juga diharapkan ambil bagian dalam upaya menertibkan anggotanya agar ormas benar-benar menjadi mitra strategis dalam pembangunan sosial, bukan justru menjadi sumber keresahan publik. (Antara)