Sejumlah Pasal PP Kesehatan Dinilai Multitafsir, Berpotensi Timbulkan Konflik

Ilustrasi pekerja pabrik rokok.
Sumber :
  • Dokumentasi Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

Jakarta, VIVA – Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 17 tahun 2023 berpotensi mematikan ekosistem pertembakauan yang sudah berkontribusi terhadap perekonomian rakyat dan negara

Polemik Raperda Kawasan Tanpa Rokok: Pasal Larangan Penjualan Lolos, Meski Pedagang Protes

Direktur P3M, Sarmidi Husna menyampaikan, sebelum UU Kesehatan disahkan pada Juli 2023, pihaknya telah mengingatkan pembuat kebijakan dan memfasilitasi masukan-masukan dari berbagai pemangku kepentingan sektor tembakau agar diakomodasi dalam PP tersebut. 

“Namun, amat disayangkan Pemerintah tetap nekat mengesahkan PP berbagai aturan terkait pasal pengamanan zat adiktif yang akan membumihanguskan salah satu sektor padat karya yang menopang perekonomian nasional,” ujar Sarmidi dalam rilis yang diterima VIVA Senin,12 Agustus 2024.

Cukai Rokok Tak Naik pada 2026 Jaga Stabilitas Industri Hasil Tembakau

Buruh mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kudus

Photo :
  • ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Sarmidi menyoroti, PP ini sangat berpotensi memiliki dampak negatif yang berpotensi merugikan dan bahkan mematikan ekosistem pertembakauan di Indonesia secara terstruktur masif dan sistematis, baik produk tembakau tradisional maupun rokok elektronik. 

Dinilai Tak Berpihak, Sejumlah Pedagang Gelar Aksi Protes Tolak Raperda Kawasan Anti Rokok

“Kami menyadari pentingnya kesehatan masyarakat, namun setiap regulasi harus mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial secara berimbang dan menyeluruh. Kementerian Kesehatan belum terlihat perannya dalam edukasi soal pencegahan rokok anak dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terkait bahaya merokok, malah sibuk mencampuri urusan di luar bidang kesehatan,” tambahnya.

Dia juga menyayangkan, penyusunan PP 28 tahun 2024 yang tidak partisipatif karena tidak melibatkan para pemangku kepentingan. Akibatnya, kata dia, banyak pasal-pasal dalam PP tersebut dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. 

Sementara itu, pakar hukum dan perundang-undangan, Ali Ridho menyampaikan, setidaknya ada tujuh putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan tembakau adalah produk legal sehingga bisa diperjualbelikan dengan pembatasan agar tidak dikonsumsi anak di bawah umur. 

“PP nomor 28 tahun 2024 ini sebagai bentuk pembangkangan konstitusi atau constitutional disobedience, sebab bertentangan dengan putusan-putusan MK terkait,” kata dia. 

“Dalam putusan MK, produk tembakau tegas disebut sebagai produk legal yang tidak dilarang untuk diproduksi, diperjualbelikan, termasuk dipromosikan dan diiklankan. Produk tembakau meskipun mengandung zat adiktif lainnya seperti morfin, opium, ganja yang penggunaannya dilarang selain untuk kepentingan kesehatan dan tujuan ilmu pengetahuan,” tegas Ali Ridho.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya