Saksi Korban Tidak Dihadirkan Terdakwa Tetap Dihukum, Kuasa Hukum Ajukan JR ke MK

Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Tim Penasihat Hukum dari "Ferdian Sutanto & Associates" selaku kuasa hukum terdakwa berinisial K mengajukan permohonan Judicial Review (JR) atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Pasal 160 Ayat (1) huruf b UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.

Batas Maksimal Koalisi Parpol Harus Diatur untuk Mencegah Capres Tunggal

Permohonan JR terkait Pasal 160 Ayat (1) huruf b UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana telah resmi didaftarkan ke MK pada Selasa (25/3/2025).

Ferdian Sutanto, S.H., M.H., menjelaskan, permohonan JR ke MK ini sebagai tindaklanjut atas kekecewaan pihaknya lantaran saksi korban yang seharusnya dihadirkan dalam persidangan, namun faktanya sama sekali tidak dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kliennya pun tetap divonis bersalah meski saksi korban dalam kasus tersebut tidak dihadirkan dalam persidangan.

Poin-poin Gugatan UU TNI di MK: Cacat Formil hingga Minta Presiden-DPR Bayar Ganti Rugi

"Dalam perkara tersebut orang ini sudah dihukum, sudah divonis, nah cuma yang menarik adalah korban sama sekali tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Sudah kita tempuh upaya hukum di Pengadilan Negeri. Sekarang kita ajukan JR ke MK, supaya jelas penormaannya. Padahal sudah jelas dalam Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP menyatakan bahwa yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi,” ujar Ferdian Sutanto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (27/3/2025).

Ferdian mengatakan, JR ke MK ini bertujuan agar tidak ada lagi para pencari keadilan yang dirugikan lantaran saksi korban yang tidak diperiksa dalam persidangan, bahkan sama sekali tidak ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Hakim Enny: Uji Formal UU TNI Minta Presiden Bayar Ganti Rugi Bukan Wewenang MK

"Supaya jelas penormaannya. Dalam perkara ini yang diperiksa adalah kuasa pelapor, bukan saksi korban, apalagi perkara ini delik aduan. Kita sebagai kuasa pemohon agar ditetapkan normanya bahwa korban memang harus dihadirkan dalam persidangan. Mungkin ada tafsir konstitusi yang berbeda, makanya kami ajukan bagaimana sih tafsir konstitusi yang sebetulnya," katanya.

Ia menegaskan, dalam uji materi tersebut telah mencantumkan dalil-dalil yang menguatkan dan semua bukti telah dilampirkan bersama permohonan ke MK.

“Kehadiran saksi korban itu penting dalam persidangan untuk mengungkap semua fakta yang terjadi. Buat apa sidang digelar kalau ternyata saksi korbannya tidak diperiksa?. Ini menjadi pertanyaan besar, sehingga kami melakukan JR ke MK agar jelas, dan Pasal 60 ayat (1) huruf b KUHAP itu jelas jadi pedoman,” tegas LBH Dharmapala Nusantara yang akrab disapa Bang Ferde.
Fakta Persidangan
Kuasa Hukum lainnya Herna Sutana, S.H., M.H., menambahkan, pada awal persidangan perkara pidana dengan agenda pemeriksaan saksi seharusnya yang pertama diperiksa adalah saksi korban, bukan saksi pelapor.

“Dalam perkara yang menjerat klien kami sangat tidak lazim. Saksi yang diperiksa dalam persidangan adalah saksi pelapor bukan saksi korban, karena kalau saksi pelapor kuasa hukum juga bisa jadi saksi pelapor. Bahkan, terungkap ternyata tidak ada BAP dari saksi korban. Kami sudah menyampaikan keberatan saat persidangan, namun ternyata diabaikan oleh Majelis Hakim,” ungkapnya.

Herna menegaskan, keberadaan saksi korban dalam persidangan sangat penting untuk menggali dan mengungkap fakta hukum yang sebenarnya terkait perkara tersebut.

“Kami dapat menelaah, menggali keterangan dari saksi korban, dan keterangan itu akan menjadi fakta persidangan sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi Majelis Hakim untuk memutuskan perkara tersebut,” katanya.

Ia mencontohkan kasus seorang selebritas yang bisa lepas dari jeratan hukum lantaran Jaksa Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan saksi korban.

“Mari tegakan hukum sesuai prosedur hukum yang berlaku, bukan menghukum seseorang dengan cara yang menyalahi aturan hukum. Semoga dengan adanya uji materi Pasal 160 Ayat (1) huruf b UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, MK dapat menegaskan bahwa saksi korban harus diperiksa dalam persidangan, dan tidak ada penafsiran lain yang akan merugikan para pencari keadilan, salah satunya klien kami,” ujar Herna didampingi Dr. Desnadya Anjani Putri, S.H., S.IKom., M.H., Carmelita, S.H., dan Bansawan, S.H.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya