Deputi Hukum Bank Indonesia Diperiksa KPK Soal Kasus Dugaan Korupsi Dana CSR
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia (BI), Irwan akhirnya memenuhi panggilan Penyidik KPK pada Senin, 26 Mei 2025. Irwan diperiksa berkapasitas sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi berupa penyelewengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) di Bank Indonesia (BI).
Panggilan ini, merupakan jadwal ulang panggilan Irwan. Irwan sejatinya dipanggil pada Kamis, 22 Mei 2025 kemarin, namun tak dihadiri olehnya.
“Benar saksi IW diperiksa untuk perkara terkait CSR BI, sudah tiba di K4 pukul 10.07 WIB,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan.
Tim Jubir KPK Budi Prasetyo
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Budi belum bisa merincikan terkait dengan materi yang akan dicecar penyidik.
Dalam menangani kasus ini, KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum, yang berarti belum ada tersangka yang ditetapkan saat itu. Namun, dalam perjalanannya KPK menemukan bukti mengenai dugaan keterlibatan anggota DPR RI.
Diketahui, KPK juga sudah melakukan pemeriksaan kepada Anggota DPR RI, Satori. Dia diperiksa KPK menjadi saksi dalam dugaan kasus korupsi di Bank Indonesia. Satori diperiksa bersama dengan Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan. Dua anggota DPR itu bakal didalami lebih jauh dulu terkait hubungan dengan yayasan yang menerima dana CSR BI.
"Sejauh informasi yang kami peroleh bahwa CSR itu diberikan kepada, karena itu kan CSR adalah untuk dana sosial, corporate social responsibility. Jadi ini tanggung jawab korporat terhadap kegiatan-kegiatan sosial. Ini memang diberikan kepada yayasan," ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu kepada wartawan Selasa, 31 Desember 2024.
Asep menyebut, KPK masih menelisik jumlah total yayasan yang menerima dana CSR itu. Hal itu juga sekaligus menghubungkan keterlibatan dua anggota DPR RI yang sudah diperiksa menjadi saksi.
"Ini saya bilang, saya belum hafal terkait yayasannya. Tapi silakan saja, ini nanti di rekan-rekan cari, ini afiliasinya ke mana gitu. Jadi ketika misalkan ada beberapa orang yang menerima CSR, itu mekanismenya melalui yayasan. Jadi nanti yayasan dulu, baru nanti pada orang tersebut kan, seperti itu," kata Asep.
Menurutnya, mekanisme penyaluran dana CSR BI ini memang diharuskan melalui sebuah yayasan hingga akhirnya bisa diberikan kepada perseorangan. Sebab, hubungan penerima yayasan dan perseorangan menjadi hal yang didalami lebih lanjut oleh KPK.
"CSR-nya tetap aturannya melalui yayasan. Nah, yayasannya tersebut, apakah nanti yayasan tersebut direkom, misalkan saya menerima nih, saya bilang ada yayasan, saya tidak ada di sananya di yayasan itu, tapi yayasan itu misalkan mengurusi yatim dan lain-lain. Saya merekom, sudah kalau mau CSR, kasihkan ke yayasan A misalkan ya, dia dapat CSR. Ada pula misalkan saya punya yayasan nih, saya sendiri punya yayasan, sudah ke yayasan C saja. Nah, itu tapi kan sama-sama tetap ke yayasan, artinya CSR itu sama-sama tetap ke yayasan. Tapi kalau untuk yayasan itu adalah afiliasinya ke saya, atau saya misalkan hanya menunjuk saja, itu yang sedang kita dalami. Nanti kan akan berbeda," ungkapnya.
Selanjutnya, KPK menelusuri dua lembaga yang juga diduga terlibat dalam penyelewengan dana CSR ini. Dua lembaga itu yakni Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kata Asep, ada fakta menarik lainnya yang juga akan ikut didalami oleh KPK. Dia mengatakan akan mencari tahu pembuat kebijakan CSR, padahal BI bukanlah bank yang memperoleh keuntungan.
"Ini BI bukan bank yang profit ya, yang menghasilkan keuntungan gitu ya, tapi ini mengeluarkan kebijakan CSR. Siapa yang mengeluarkan dan lain-lain? Ya tentunya itu bagian yang sedang kita dalami. Itu ditunggu sampai di mana ini, menarik memang itu," sebutnya.