Ahli Digital Forensik Sebut Kasus Diplomat Arya Daru Mirip Kopi Sianida, Ada CCTV yang Hilang?
- tvOne
Jakarta, VIVA – Ahli digital forensik Abimanyu Wachjoewidajat menyampaikan pandangannya yang cukup mengejutkan terkait kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan.
Ia menyebut bahwa ada kemiripan antara kasus Arya Daru dengan kasus kopi sianida yang melibatkan Jessica Wongso dan kematian tragis bocah Dante, putra dari Tamara Tyasmara.
Menurut Abimanyu, yang membuat ketiga kasus tersebut mirip adalah adanya barang bukti kunci berupa rekaman CCTV yang tidak diungkap ke publik. Ia pun menyatakan bahwa dari sisi forensik, pola-pola yang terjadi dalam tiga peristiwa ini sangat serupa.
Diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan
- Istimewa
Tiga Kasus, Satu Pola yang Sama
Kasus kopi sianida yang menewaskan Mirna Salihin, menjadi sorotan besar karena keterlibatan sahabat dekatnya, Jessica Kumala Wongso, sebagai terdakwa. Meski Jessica terus menyangkal terlibat dalam pembunuhan itu, ia tetap divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara. Setelah menjalani hukuman selama beberapa tahun, ia akhirnya bebas.
Sementara itu, kasus bocah Dante mengguncang publik karena ibunya merupakan seorang figur publik, dan terduga pelakunya adalah kekasih sang ibu. Lagi-lagi, seperti pada kasus Jessica, sang pelaku tidak pernah mengaku bersalah meski akhirnya tetap dijatuhi vonis oleh pengadilan.
Kini, dalam kasus Arya Daru, Abimanyu melihat adanya pola yang berulang. “Bagi saya ini kejadian dejavu. Kejadian di Jessica Wongso, kejadian Dante, anak kecil yang ditenggelamkan,” ucapnya dalam acara Catatan Demokrasi di YouTube tvOne,dikutip Jumat 18 Juli 2025.
CCTV Belum Ditayangkan Sepenuhnya?
Sebagai ahli digital forensik yang terlibat langsung dalam dua kasus terdahulu, Abimanyu mendalami aspek visual dan teknis rekaman CCTV yang menjadi bukti penting. Ia menilai bahwa dalam ketiga kasus, selalu ada satu kamera yang “hilang” atau belum ditayangkan ke publik.
“Apa yang terjadi di kejadian tersebut, semua kejadian akhirnya ada satu kamera yang tidak ditayangkan,” tegasnya.
Jessica Kumala Wongso mengucapkan rasa terima kasih usai bebas bersyarat dalam kasus kopi sianida yang menewaskan Mirna Salihin pada 2016 lalu.
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Ia menilai ada kemungkinan kamera pengawas di kos tempat Arya tinggal tidak seluruhnya digunakan dalam penyelidikan. Padahal, berdasarkan analisis teknis, struktur bangunan kos tersebut simetris dan kemungkinan besar memiliki cakupan kamera yang menyeluruh.
“Kalau dibilang blind spot, ya nggak juga. Gedung ini muter, sisi lain pasti ada kamera. Bentuknya simetris. Jadi tolong diulas dong,” katanya menambahkan.
Rekaman CCTV Harus Dicek 24 Jam Sebelumnya
Tak hanya fokus pada waktu kejadian, Abimanyu menyarankan agar aparat penegak hukum menelusuri rekaman CCTV minimal 24 jam sebelum insiden terjadi. Ia menyampaikan kemungkinan bahwa jika ada pihak kedua yang menyebabkan Arya meninggal, maka bisa jadi orang itu sudah masuk ke dalam kamar sebelumnya.
“Kalau kita berpikir bahwa ada pihak kedua, bisa jadi pelaku sudah lebih dulu masuk dan nginap di kamar itu. Lalu Arya baru datang menyusul,” jelasnya.
Ia juga menyoroti ketidakkonsistenan antara dua momen dalam rekaman CCTV yang sudah beredar. Dalam salah satu video, saat Arya membuang sampah, pintu kamarnya tak terlihat jelas. Namun dalam video lain ketika petugas mencongkel jendela kamar Arya, kamera justru bisa merekam dengan baik.
“Ini yang jadi pertanyaan. Kalau bisa terlihat jelas saat siang dan malam, kenapa saat momen penting pintu kamar tidak terekam? Bisa jadi masyarakat hanya melihat versi yang sudah terpotong, bukan versi lengkap milik polisi,” tegasnya
Abimanyu menutup analisanya dengan menyarankan agar seluruh rekaman CCTV yang tersedia benar-benar dianalisis secara utuh dan disampaikan secara transparan. Hal ini penting, terutama jika publik ingin mendapatkan kejelasan dan keadilan dalam proses penyelidikan kematian Arya Daru Pangayunan.
“Kalau ingin objektif dan adil, semua rekaman dari berbagai sudut harus disatukan dan dianalisis. Kita jangan berhenti pada satu video yang belum tentu mewakili keseluruhan peristiwa,” pungkasnya.