Kemkomdigi Dinilai Tak Tegas soal Pemblokiran WhatsApp Call dan VoIP

WhatsApp.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Arianti Widya

Jakarta, VIVA – Pengamat Telekomunikasi, Kamilov Sagala menilai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) tidak tegas terkait pelayanan Over The Top (OTT) yang tengah ramai diperbincangkan masyarakat.

OTT Asing seperti Netflix dan Meta Untung Ratusan Triliun, tapi Enggak Bayar Apa-apa di RI

Kamilov menjelaskan bahwa operator lokal dirugikan oleh layanan panggilan suara dan video berbasis internet atau voice over IP (VoIP).

"Menkomdigi terkesan inkonsisten dan ketakutan ketika berhadapan dengan OTT asing. Di satu sisi dia bilang OTT asing mesti berkontribusi dalam pendanaan ekosistem penyiaran. Di lain sisi ketika publik menuntut agar pemerintah membatasi layanan panggilan suara dan video berbasis internet atau voice over IP (VoIP) yang jelas-jelas merugikan operator lokal justru Menkomdigi terkesan takut dan tidak tegas," kata Kamilov dalam keterangannya, Senin, 21 Juli 2025.

Pemerintah Diminta Tegas Kelola OTT Asing agar Tak Rugikan Operator Lokal

Menkomdigi Meutya Hafid Saat Peresmian Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial (Doc: Natania Longdong)

Photo :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

Kamilov menilai pernyataan Menkomdigi, Meutya Hafid tak selaras dengan sikap Presiden Prabowo Subianto yang tegas terhadap kedaulatan sebuah bangsa dan negara.

Internet Satelit Elon Musk Comeback, Starlink Kembali Dibuka di Indonesia Hari Ini

"Pernyataan dan sikap tersebut tidak selaras dan senafas dengan spirit bapak presiden Prabowo Subianto yang concern menggaungkan tentang pentingnya menjaga kedaulatan, termasuk kedaulatan digital kita. Presiden Prabowo harusnya copot pembantunya yang tak selaras dengan visi beliau, terutama dalam menjaga kedaulatan digital," tegasnya.

Ia menambahkan, jika berpedoman pada Pasal 15 ayat 1 PP 46/2021 tentang Postelsiar, Komdigi mestinya bersikap tegas dan memastikan bahwa setiap kegiatan usaha di bidang layanan internet terutama yang dilakukan OTT asing harus taat pada regulasi yang ada.

"Layanan WhatsApp Call dan sejenisnya itu yang disuguhkan OTT dan banyak dikritik masyarakat serta merugikan industri telekomunikasi tanah air justru dibiarkan, boro-boro berani ditutup, ditindak pun tidak. Jelas ini tidak adil dan mengangkangi amanat pasal 15 ayat 1 PP 46/21," jelasnya.

Kamilov juga mengaku khawatir, dengan tidak adanya aturan yang tegas dan ketat terhadap kegiatan layanan OTT asing khususnya, masyarakat bisa menjadi korban kejahatan nantinya.

Menkomdigi Meutya Hafid Raker dengan Komisi I DPR RI di Jakarta.

Photo :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

"OTT itu jika tidak diatur akan menjadi alat kejahatan, di mana banyak penipuan melalui WhatsApp. Bahkan surat Menkopolhukam tertanggal 18/12/2023 yang ditujukan kepada OJK, substansinya kalau kita cermati kan soal kekhawatiran pemerintah terhadap celah atau potensi kejahatan seperti penipuan, peretasan yang bisa masuk ke layanan OTT. Jadi, sudah sepatutnya para OTT itu diatur secara ketat," ungkap Kamilov.

Pernyataan Menkomdigi

Sebelumnya diberitakan, Menkomdigi, Meutya Hafid menegaskan pemerintah tidak memiliki rencana untuk membatasi layanan panggilan suara dan video berbasis internet atau Voice over Internet Protocol (VoIP), termasuk layanan WhatsApp Call.

"Saya tegaskan, pemerintah tidak merancang ataupun mempertimbangkan pembatasan WhatsApp Call. Informasi yang beredar tidak benar dan menyesatkan," kata Meutya dikutip dari Antara, Sabtu, 19 Juli 2025.

Voice over Internet Protocol (VoIP) adalah layanan digital yang memungkinkan panggilan suara bisa dilakukan melalui internet, tanpa menggunakan saluran telepon tradisional.

Penggunaannya semakin marak secara global dan tidak hanya di Indonesia saja, karena kemudahan akses internet yang juga semakin baik di banyak negara. Beberapa layanan VoIP yang dikenal dan banyak digunakan di Indonesia di antaranya seperti Google Meets, Microsoft Teams, Zoom, LINE Call, dan WhatsApp Call.

Meutya menekankan, kondisi sebenarnya adalah bahwa Kementerian Komdigi telah menerima usulan dari beberapa kalangan, di antaranya dari Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel).

Logo Kemenkomdigi.

Photo :
  • Dok. Istimewa

Asosiasi-asosiasi itu menyampaikan pandangan terkait penataan ekosistem digital, termasuk relasi antara penyedia layanan over-the-top (OTT) dan operator jaringan.

Namun, Meutya menekankan bahwa usulan tersebut belum pernah dibahas dalam forum pengambilan kebijakan. Selain itu, hal ini juga belum pernah menjadi bagian dari agenda resmi kementerian.

"Saya meminta maaf jika terjadi keresahan di tengah masyarakat. Saya sudah meminta jajaran terkait untuk segera melakukan klarifikasi internal dan memastikan tidak ada kebijakan yang diarahkan pada pembatasan layanan digital," ujar Meutya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya