DPR RI Sambut Aspirasi Warga Teluk Bayur dan Suka Karya: Negara Hadir untuk Tegakkan Keadilan
- Istimewa
Ketapang, VIVA – Kunjungan kerja reses Komisi III DPR RI dihadiri oleh Ketua Umum DPP Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), Bob Hasan, masyarakat Desa Teluk Bayur, Kecamatan Sungai Laur dan Desa Suka Karya, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat menyampaikan aspirasi mereka terkait konflik agraria dengan PT Prakarsa Tani Sejati (PTS) yang telah berlangsung lebih dari 30 tahun.
Pernyataan sikap terbuka ini didampingi oleh Ketua DPD ARUN Kalbar Binsar Toa Ritonga dan Sekretaris DPD ARUN Kalbar Muhammad Jimi Rizaldi.
Disampaikan, permasalahan bermula sejak tahun 1990-an ketika PT PTS membuka lahan di wilayah adat dan perkebunan rakyat tanpa melakukan ganti rugi tanam tumbuh (GRTT) yang layak. Tanaman rakyat seperti karet, durian, dan hasil kebun lainnya dibabat habis tanpa kompensasi yang manusiawi. Hingga kini, masyarakat belum mendapatkan keadilan.
Menanggapi aspirasi masyarakat ini, Anggota Komisi III DPR RI, yang juga adalah Ketua Umum DPP ARUN, Bob Hasan menegaskan bahwa negara akan hadir untuk menegakkan keadilan.
"Masalah lahan masyarakat yang berhadapan dengan perusahaan bukan sekadar konflik agraria, tapi juga menyentuh potensi pidana umum dan korupsi," kata Bob Hasan, Sabtu 26 Juli 2025.
Masyarakat yang hadir, menyampaikan harapannya agar Komisi III DPR RI dan Kepolisian dapat menindaklanjuti laporan mereka, membentuk tim verifikasi lapangan, dan mendorong penyelesaian yang adil, transparan, dan menghormati hak-hak masyarakat.
Suarwin Boyo, Kepala Desa Teluk Bayur menegaskan bahwa mereka bukan lah kelompok liar. "Kami adalah masyarakat Pancasila yang menjunjung tinggi hukum dan martabat. Tapi kami juga punya batas sabar ketika hak warga kami dikebiri," kata Suarwin.
M. Sood, tokoh adat Desa Teluk Bayur secara tegas menyatakan bahwa Pancasila bukan hanya kata-kata. Itu nilai hidup dari masyarakat mereka. "Tapi sekarang nilai itu diinjak oleh perusahaan yang tak punya nurani. Kami ingin negara hadir!,” tegasnya.
Andikusmiran selaku ketua ARUN desa, warga dan pejuang hak petani juga menekankan bahwa masyarakat tidak memiliki niat untuk merusak.
"Kami ingin hak kami dihargai. Kami percaya hukum masih hidup di negeri ini, dan kami akan terus memperjuangkan keadilan dengan cara damai," kata Andikusmiran.
Hal ini pun ditegaskan pula oleh Junaidi, SE selaku Sekretaris ARUN Desa Telur Bayur dan warga berlatar belakang administrasi.
"Kami tidak pernah menolak pembangunan. Tapi pembangunan yang menindas dan menyengsarakan rakyat kecil bukan pembangunan Pancasila," ujar Junaidi.
Sementara, Deri Diarsa Sundara, Bendara ARUN Teluk Bayur menyatakan bahwa mereka ingin bangsa ini melihat masyarakat sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang sah.
"Kami tidak datang membawa amarah, kami datang dengan harapan," ungkap Deri.
Senada, Salvinus Gudag, Ketua Arun Desa Suka Karya yang hadir sebagai perwakilan masyarakat Desa Suka Karya menyatakan bahwa masyarakatnya bukan boneka.
"Kami punya tanah, sejarah, dan harga diri. Jangan rampas masa depan anak-anak kami demi kepentingan bisnis yang serakah," kata Salvinus.
Para perwakilan itu menekankan bahwa perjuangan masyarakat bukan dalam bentuk perlawanan anarkis, melainkan upaya hukum, musyawarah, dan advokasi yang konstitusional. Bahkan, dengan lugas mereka menyampaikan rasa percayanya bahwa sila ke-5 Pancasila: "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia" bukan sekadar slogan, melainkan janji negara yang harus ditegakkan.
Masyarakat Teluk Bayur dan Suka Karya menunjukkan bahwa semangat Pancasila masih hidup di desa-desa pelosok negeri. Mereka adalah bukti nyata bahwa perjuangan rakyat kecil bisa dilakukan dengan cara yang santun, konstitusional, dan penuh keberanian moral.
"Kami tidak meminta lebih dari hak kami. Kami hanya ingin keadilan ditegakkan, karena tanah ini bukan sekadar tempat berpijak, tapi warisan dan masa depan kami," ungkapnya.