Burn Out, Trauma, dan Tugas Berat! Ini Kondisi Mental Diplomat Arya Sebelum Ditemukan Tewas
- Foe Peace/VIVA
Jakarta, VIVA -Â Diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan (39), disebut sempat mengalami kondisi burn out urusan pekerjaan. Hal itu dibeberkan Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor).
"Peran tersebut menuntut empati yang tinggi, kepekaan emosional yang mendalam, ketahanan psikologis, sensitivitas sosial, yang ini semua tentu menimbulkan dampak seperti burn out, compassion fatigue atau kelelahan kepedulian, terus menerus terpapar dalam pengalaman penderitaan, trauma," ujar Ketua Umum Apsifor, Nathanael E. J. Sumampouw, Rabu, 30 Juli 2025.
Diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan
- Istimewa
Sebelum tewas, korban punya tugas memastikan perlindungan WNI di luar negeri. Tugas itu berdampak ke kondisi psikologis korban.
"Bahwa masa-masa akhir kehidupannya sebagai diplomat, almarhum bertugqs yang sangat mulia, melakukan perlindungan terhadap WNI. Almarhum adalah pekerja kemanusiaan. Beliau memikul berbagai tanggung jawab, mengajakan tugas profesional, sekaligus peran humanistik sebagai pelindung, pendenhar, rescurer atau penyelamat bagi WNI yang terjebak dalam situsi krisis, memastikan bahwa negara hadir bagu WNI yang ada di luar negeri," kata dia.
Namun, terkuak kalau Arya sulit berekspresi soal emosi negatifnya. Arya pernah mengakses layanan kesehatan mental.
"Almarhum berusaha menginternalisasi berbagai emosi negatif yang dirasakan dan berupaya untuk tidak menunjukkannya di depan orang lain. Meskipun demikian, kami menemukan bahwa pada almarhum, ada riwayat di mana almarhum berupaya untuk mengakses layanan kesehatan mental secara daring. Terakhir kali 2021," ujarnya.
Pihaknya tak mendapati ada bullying di balik kematian Arya. Yang bersangkutan malah disebut pribadi yang bisa diandalkan. Rekan kerjanya pun menilai korban sosok yang bisa diandalkan. Apalagi dia sering memotivasi.
"Juga mengenai bullying kami mendapatkan data malah sebaliknya. Di lingkungan kerja, yang bersangkutan dipersepsikan oleh atasan sebagai staff yang sangat bisa diandalkan," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, tidak ada faktor tunggal yang bisa menjelaskan kondisi psikologis Arya dalam kasus itu. Dirinya minta masyarakat tak spekulasi atau memberi komentar tanpa dasar di media sosial.
"Kami Apsifor menegaskan bahwa kondisi psikologis individu tidak dapat disederhanakan hanya dari satu aspek kehidupan, melainkan kita perlu memahami hasil interaksi dari berbagai faktor, faktor personal, faktor profesional, sosial, dan struktural," kata dia.
Untuk diketahui, jenazah Arya ditemukan dalam kondisi mengenaskan di kamar kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 8 Juli 2025 lalu. Ia ditemukan dengan wajah terbungkus plastik dan lakban kuning, yang sempat menimbulkan spekulasi publik soal dugaan pembunuhan.
Namun, sejauh ini penyidik menyatakan tidak menemukan unsur pidana dalam kematian tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, disimpulkan bahwa tidak ada keterlibatan orang lain dalam kematian Arya atau dengan kata lain Arya tewas bunuh diri.
Meski begitu, polisi masih menerima informasi lainnya terkait kasus ini apabila ada bukti baru. Sehingga, kasus ini ditegaskan polisi belum distop atau SP3.