Pesimis Gugatan Pilpres Dikabulkan MK, Pengamat Minta Pihak yang Kalah Legowo
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Sepanjang penyelenggaraan pemilihan umum presiden (pilpres) di Indonesia yakni pada tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019, hasil pemilu selalu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Namun semua gugatan tersebut tidak ada yang dikabulkan oleh MK .
Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno mengatakan, dua gugatan hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh pasangan calon presiden nomor urut 01 dan 03 di MK juga akan bernasib sama dengan gugatan di MK pada pilpres sebelumnya jika tidak mampu menghadirkan alat bukti terjadinya kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno
- Istimewa
Sebab, di persidangan nanti hakim Mahkamah Konstitusi tidak membutuhkan penjelasan panjang lebar namun yang dibutuhkan adalah alat bukti atau data yang faktual dan akurat saat terjadinya kecurangan yang TSM tersebut. Menurut Adi Prayitno, tanpa data faktual dan akurat semua gugatan hasil sengketa pilpres akan kandas seperti gugatan-gugatan sebelumnya.
“Yang jelas bukti-bukti akan bicara segalanya. Pembuktian soal kecurangan pemilu harus disertai data faktual dan akurat. Tanpa itu semua gugatan hasil sengketa pilpres akan kandas seperti yang terjadi pada gugatan pilpres sebelumnya. Kuncinya data, data, dan data akurat,” kata Adi Prayitno dalam keterangannya, Rabu, 27 Maret 2024.
Dikatakan Adi Prayitno, jika dilihat dari pengalaman gugatan sengketa hasil pilpres sebelumnya yakni tahun 2004 dan 2019, para penggugat sulit membuktikan terjadinya kecurangan saat pemilihan dan hal ini membuat hakim tidak mengabulkan gugatan mereka.
“Dari pengalaman sengketa hasil pilpres sebelumnya sulit dibuktikan dugaan kecurangan yang TSM. Yang ada malah data dan saksi yang diajukam tak kuat dan mudah dipatahkan hakim konstitusi,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pengajar ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatuallah Jakarta ini menyarankan agar pihak yang kalah dalam pilpres legowo dan ucapkan selamat kepada pemenang, dan bersama-sama membangun bangsa ke depan.
“Secara umum pilpres sudah usai. Yang kalah harus legowo ucapkan selamat ke pemenang dan yang menang pun tak perlu euforia berlebihan,” kata Adi.
Meski begitu, diakui Adi Prayitno bahwa gugatan hasil sengketa pilpres atau pemilu adalah hak konstitusional setiap pasangan calon jika merasa ada kecurangan dalam proses atau saat pemilihan, namun para penggugat diharuskan menyiapkan data dan alat bukti yang lengkap agar gugatan mereka bisa diterima oleh hakim konstitusi.