Kader PPP Sindir Manuver Rommy Jelang Muktamar: Seolah-olah Partai Ulama jadi Komoditas Jualan
- ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Jakarta, VIVA - Manuver Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Romahurmuziy alias Rommy jelang Muktamar dikritik kader partai belambang kabah itu. Manuver Rommy dikaitkan dengan mencuatnya isu pengambil alihan PPP oleh pengusaha nasional Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam.
Kader PPP gerah dengan manuver Rommy juga tersiar sejak podcast salah satu media yang mengungkap skenario soal isu figur eksternal Amran Sulaiman jadi calon ketum.
Salah seorang kader PPP yang juga Ketua DPC Jakarta Barat Wahyudin menyindir manuver Rommy. Ia mengaku malu dengan dinamika jelang Muktamar PPP karena manuver Rommy yang seperti terkesan 'mengobral' PPP.
"Malu rasanya mendengar PPP didagangin Rommy. Seolah-olah Partai Ulama ini hanya jadi komoditas jualan yang diobral ke mana-mana," kata Wahyudin, Minggu, 1 Juni 2025.
Wahyudin pun mengingat momen Pilkada Jakarta 2017, saat PPP DKI Jakarta 'dipaksa' Rommy untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di putaran kedua.Â
"Hanya karena tekanan Jokowi saat itu dan iming-iming 'logistik' semata. Dengan mudahnya Rommy menggadaikan PPP sebagai pertai Islam yang dipaksa memilih pemimpin  non muslim," jelas Wahyudin.
Lebih lanjut, dia dan beberapa kader PPP DKI saat itu berupaya melawan keputusan Rommy dengan memilih pemimpin muslim.Â
"Hati nurani kami sebagai kader partai Islam pun berontak tidak mau menuruti keinginan Romi. PPP pasti akan dimusuhi umat Islam karena melawan aspirasi umat," lanjut Wahyudin.
Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Romahurmuziy memberi keterangan kepada media di Jakarta, Jumat malam, 13 Desember 2024.
- ANTARA/Khaerul Izan
Menurut dia, dengan gaya kepemimpinan seperti itu, tak baik dengan PPP dalam kontestan pemilu.
"Dan, faktanya sejak 2017 hingga Pemilu 2024 kemarin PPP masih dihukum umat. Kursi DPRD DKI tetap 1 kursi dan DPR RI 0 kursi. Bahkan, secara nasional PPP tidak tembus ke Senayan" tutur Wahyudin.
Kemudian, momen lainnya saat jelang Pemilu 2019. Saat itu, kader PPP Jakarta sedang sibuk berjuang mengembalikan suara PPP. Namun, tiba-tiba muncul berita bahwa Rommy yang saat itu menjabat Ketua Umum PPP tiba-tiba dicokok KPK karena terima suap untuk jual beli jabatan.
"Bagai petir di siang bolong, dunia kontan terasa gelap. Perjuangan kami berbulan-bulan untuk mempertahankan 10 kursi DPRD dan 3 kursi DPR RI di Jakarta langsung runtuh saat itu juga," tutur Wahyudin.Â
"Habis sudah suara kami tahun 2019. Kursi DPRD hilang 9 kursi dan hanya tersisa 1 kursi, sedang DPR RI hancur lebur hilang kursi sama sekali," lanjut Wahyudin.
Dia menaruh harapan agar Rommy yang sudah bebas dari penjara mestinya taubat. Bukan malah kembali bikin ulah. "Sesak kami belum hilang, eh malah hari ini muncul lagi bukan untuk pengakuan dosa tetapi malah dagangin PPP," ujar Wahyudin.
Wahyudin mengingatkan agar tak mengganggu yang bisa berdampak terhadap elektoral PPP. "Mestinya Rommy taubat nasuha agar tidak lagi menjadi azab bagi PPP. Jangan ganggu PPP lagi kalau tidak ingin kualat dengan warisan para ulama," kata Wahyudin.
Bagi dia, figur Rommy tak punya kapasitas moral untuk jadi rujukan terkait PPP. Ia bilang agar para muktamirin sendiri yang menentukan masa depan PPP di dalam Muktamar mendatang.Â
"Karena kami ingin bekerja untuk mengembalikan kejayaan PPP. Bukan dijadikan barang dagangan oleh Rommy dan antek-anteknya," tutur Wahyudin.
