Dinilai Rugikan Pendapatan Daerah, Desakan Pembatalan PP 28/2024 Makin Keras Digaungkan
- VIVA/ Yeni Lestari.
Jakarta, VIVA – Berbagai kalangan masyarakat hingga aparatur pemerintah kembali mendesak pembatalan pasal-pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, sebagai aturan turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu suara penolakan datang dari Jawa Timur, sebagai provinsi dengan kontribusi terbesar terhadap penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau (CHT).
Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jatim I, Untung Basuki menekankan, industri hasil tembakau (IHT) di wilayahnya bukan hanya strategis dari sisi ekonomi, tetapi juga menjadi denyut nadi bagi penyerapan tenaga kerja dan stabilitas sosial masyarakat.
"Karena itu, pembatalan pasal tembakau dalam PP 28/2024 dinilai perlu menjadi perhatian khusus. Karena industri hasil tembakau memiliki porsi yang sangat besar bagi Jawa Timur," kata Untung dalam keterangannya, Selasa, 13 Mei 2025.
Ilustrasi pekerja pabrik rokok.
- Dokumentasi Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.
Data menunjukkan bahwa target penerimaan CHT pada tahun 2025 mencapai Rp 230,09 triliun, dari total target penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp 301,6 triliun. Dari jumlah tersebut, Jawa Timur ditargetkan menyumbang 60,18 persen, dan menjadikannya sebagai wilayah dengan kontribusi terbesar secara nasional.
Selain itu, Jawa Timur juga memiliki 977 perusahaan tembakau yang tersebar di hampir seluruh kabupaten dan kota, mencerminkan tingginya tingkat keterlibatan ekonomi daerah terhadap sektor pertembakauan nasional.
Selain berdampak pada penerimaan negara, Untung menegaskan bahwa keberadaan IHT juga berkaitan erat dengan sektor tenaga kerja, terutama bagi para pelinting sigaret kretek tangan (SKT). Sektor ini merupakan sektor padat karya dan menjadi tumpuan hidup bagi ribuan pekerja perempuan di berbagai pabrik tembakau.
“Kalau bapak-Ibu lihat itu di pabrik-pabrik yang SKT begitu keluar kalau sore, itu sebagian besar pekerjanya adalah ibu-ibu semua, jumlahnya tidak lagi ratusan, tapi sudah ribuan," ujar Untung.
Selain itu, Dia juga menyoroti pentingnya pendekatan terintegrasi dalam menyusun peta jalan (roadmap) industri hasil tembakau, yang mencakup aspek kesehatan, ekonomi, hingga penegakan hukum. Dia menegaskan, kebijakan yang terlalu menitikberatkan pada sisi kesehatan tanpa memperhatikan dampak ekonomi dan sosial, nantinya akan menimbulkan ketimpangan di masyarakat.
“Kita bicara mengenai roadmap industri hasil tembakau, yang harus terintegrasi,” ujarnya.
