Soroti Restorasi Ekologis Pascatambang, Anggota Komisi XII: Bukan Sekadar Menutup Lubang
- Instagram @mukhtarudin
Jakarta, VIVA – Pelaku usaha sektor pertambangan diwanti-wanti harus memprioritaskan restorasi ekologis pascatambang dalam operasional bisnisnya. Hal tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab jangka panjang untuk pemulihan lingkungan.
Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin mengatakan mengatakan, upaya pemulihan lingkungan tidak boleh berhenti pada reklamasi teknis. Tetapi, harus menyentuh pemulihan ekosistem secara menyeluruh.
“Restorasi ekologis bukan sekadar menutup lubang bekas tambang atau menanam pohon, yang kita butuhkan adalah pemulihan fungsi ekologis, air, tanah, vegetasi, dan keanekaragaman hayati yang benar-benar hidup kembali,” ujar Mukhtarudin dikutip dari keterangannya, Kamis, 15 Mei 2025.
Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Mukhtarudin pun menyoroti masih banyaknya lokasi bekas tambang yang terbengkalai, baik oleh perusahaan yang telah pailit maupun yang tidak menjalankan kewajiban pascatambang sesuai ketentuan. Hal itu, menurutnya, menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan perlunya penguatan regulasi berbasis keberlanjutan.
“Banyak IUP (izin usaha pertambangan) yang meninggalkan lubang tambang begitu saja, dan masyarakat sekitar menanggung risiko ekologisnya. Negara tidak boleh membiarkan ini terus terjadi,” kata legislator dari Daerah Pemilihan Kalimantan Tengah ini pula.
Karena itu, Mukhtarudin mendorong agar pengawasan terhadap pemanfaatan dana jaminan pascatambang dilakukan secara transparan dan akuntabel. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan diminta agar memperkuat koordinasi dalam mengawasi proses pemulihan lingkungan.
Selain itu, dia menilai bahwa praktik restorasi terbaik yang telah dilakukan oleh sejumlah perusahaan seperti revegetasi berbasis spesies lokal dan pengembangan Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) perlu direplikasi secara luas, terutama di daerah dengan tingkat kerusakan lingkungan yang tinggi akibat tambang.
Danau bekas galian tambang kaolin di Belitung
- Antara/ Saptono
“Restorasi ekologis harus dijadikan indikator utama dalam evaluasi izin usaha pertambangan. Kalau tidak mampu memulihkan lingkungan, ya jangan diberi kelonggaran izin,” kata dia.
Mukhtarudin juga mendorong integrasi prinsip berbasis lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG/Environmental, Social, and Governance) ke dalam sistem insentif dan pembiayaan di sektor tambang.
“Kita perlu memastikan bahwa investasi di sektor ini berpihak pada keberlanjutan, bukan sekadar mengejar keuntungan jangka pendek,” ujarnya. (Ant)