AI bikin Ribuan Orang Kehilangan Pekerjaan, Begini Trennya
- freepik.com/tirachardz
Jakarta, VIVA – Di tengah kondisi pasar saham yang masih kuat dan ekonomi global yang relatif stabil, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tetap terjadi. Menariknya, banyak perusahaan tidak secara terbuka menyebutkan kecerdasan buatan (AI) sebagai penyebab utama pemangkasan tenaga kerja mereka.
Namun, sejumlah pakar dan eksekutif mengungkapkan bahwa AI sesungguhnya memainkan peran besar di balik layar, bahkan lebih besar dari yang terlihat di permukaan. Berikut informasi selengkapnya seperti dilansir dari CNBC, Selasa, 22 Juli 2025.
Ilustrasi robot.
- BBC/Getty Image.
1. IBM dan Klarna, Jadi Beberapa Perusahaan yang Berani Blak-blakan
Sebagian besar perusahaan menyamarkan PHK akibat AI dengan istilah seperti restrukturisasi, efisiensi operasional, atau optimalisasi bisnis. Tapi beberapa perusahaan memilih jujur.
CEO IBM, misalnya, mengakui bahwa 200 karyawan divisi HR diberhentikan dan digantikan oleh chatbot AI. Meski demikian, jumlah keseluruhan karyawan IBM justru naik karena reinvestasi di area lain.
Selain itu, CEO Klarna, Sebastian Siemiatkowski, juga tak segan menyebutkan bahwa perusahaannya telah menyusut dari 5.000 menjadi 3.000 karyawan.
Namun, menurut Christine Inge dari Harvard University, masih banyak perusahaan lain yang mengambil langkah serupa namun memilih bungkam. “Sangat sedikit perusahaan yang mau mengatakan, kami menggantikan orang dengan AI, meski kenyataannya memang begitu,” kata Inge.
2. PHK Diganti dengan Kata "Restrukturisasi"
Bagi perusahaan, menyebut “reorganisasi” terdengar lebih strategis dibanding menyatakan bahwa pekerja digantikan oleh perangkat lunak. “Kata-kata seperti optimalisasi atau efisiensi adalah tameng dari kenyataan bahwa mereka menggantikan pekerja dengan AI,” ujar Jason Leverant dari AtWork Group.
Candice Scarborough dari Parsons Corporation mengatakan bahwa PHK belakangan ini mencurigakan karena bertepatan dengan implementasi besar-besaran sistem AI, bukan karena kondisi keuangan buruk. “Perusahaan memilih kata-kata netral agar terhindar dari ‘backlash AI’,” ujarnya.
Peran yang paling rentan tergantikan AI antara lain di divisi konten, layanan pelanggan, HR, dan operasional. Semua ini bisa dilakukan oleh AI generatif atau agen otomatisasi.
3. Risiko Menggantikan Tenaga Manusia
Langkah perusahaan yang mengganti pekerja tanpa mengakui peran AI juga merupakan bentuk manajemen risiko. Menurut Taylor Goucher dari Connext Global, AI memang bisa otomatisasi hingga 90% proses, tapi masih butuh manusia untuk kualitas akhir, pengambilan keputusan, dan situasi khusus.
“Banyak yang terlalu cepat memberhentikan orang, lalu sadar AI belum bisa sepenuhnya menggantikan manusia,” ujar Goucher.
4. Freelance Kena Dampak Duluan
Freelancer atau pekerja lepas, adalah yang pertama merasakan dampak otomatisasi. “Pemberi kerja merasa lebih nyaman bilang ke freelancer bahwa mereka digantikan AI,” kata Inge.
Profesi seperti copywriter, desainer grafis, hingga editor video menjadi sektor yang paling awal tergantikan. Kini, transisi tersebut mulai menyasar ke pekerja tetap.
Salah satu kasus yang jadi pelajaran adalah Duolingo. Setelah CEO-nya mengatakan akan menggantikan kontraktor dengan AI, muncul protes besar-besaran dan pernyataan itu pun akhirnya ditarik kembali.
5. Dampak Jangka Panjang yang Tak Terhindarkan
Menurut laporan World Economic Forum 2025, 41% perusahaan di dunia berencana mengurangi tenaga kerja dalam lima tahun ke depan akibat AI. CEO Anthropic, Dario Amodei, bahkan menyebut AI generatif seperti Claude bisa menghapus hingga 50% pekerjaan level entry.
“Ketika semuanya sudah jelas, mungkin perusahaan akan lebih jujur. Tapi saat itu, dampaknya sudah terjadi,” kata Inge. “Yang bisa kita lakukan sebagai individu hanyalah beradaptasi.”
Sebagaimana diketahui, AI telah menjadi faktor utama dalam pergeseran dunia kerja. Meskipun perusahaan berusaha menghindari pengakuan terbuka, fakta di lapangan menunjukkan bahwa otomatisasi sedang menggantikan banyak peran manusia.
Penting bagi pekerja untuk mempersiapkan diri menghadapi realitas baru ini, dengan belajar keterampilan baru, beradaptasi, dan memahami bahwa era kerja bersama AI sudah dimulai.