Dorong Transisi Energi, CCS/CCUS Harus Diatur Jelas dalam RUU Migas
- istimewa.
Jakarta, VIVA – Komisi XII DPR RI mendorong pembentukan regulasi energi nasional yang adaptif dan progresif melalui pembahasan Rancangan Undang-undang Minyak dan Gas (RUU Migas). Salah satu poin krusial yang menjadi sorotan adalah soal Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) sebagai bagian dari ekosistem transisi energi.
Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Cek Endra, menyatakan bahwa dukungan terhadap CCS/CCUS harus diperkuat dengan payung hukum yang memadai dan insentif yang tepat.
"RUU Migas perlu memberikan kepastian hukum terhadap implementasi teknologi CCS dan CCUS, termasuk skema fiskal, izin operasional, dan mekanisme perhitungan karbon kredit. Ini adalah instrumen penting dalam menjaga keberlanjutan energi nasional di era transisi," ujar Cek Endra dikutip dari keterangannya, Rabu, 23 Juli 2024.
Dalam forum Rapat Dengar Pendapat bersama Indonesian Petroleum Association (IPA), teknologi CCS/CCUS disebut sebagai solusi strategis yang menjembatani keberlanjutan industri migas dengan target pengurangan emisi karbon. Teknologi ini memungkinkan penangkapan emisi karbon dari proses produksi energi fosil untuk kemudian disimpan atau dimanfaatkan ulang, sekaligus membuka peluang bagi Indonesia untuk terlibat aktif dalam pasar karbon internasional.
Ilustrasi emisi karbon.
- Pixabay
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi geologi yang besar untuk menjadi hub penyimpanan karbon di kawasan Asia Tenggara, terutama di wilayah bekas ladang minyak dan gas yang sudah tidak produktif. Oleh karena itu, keberadaan regulasi yang jelas, terintegrasi, dan pro-investasi akan menjadi kunci agar potensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal.
Lebih lanjut, Cek Endra juga menekankan pentingnya sinergi antar pemangku kepentingan dalam pembangunan infrastruktur CCS/CCUS, mulai dari lembaga pemerintah, BUMN energi, hingga pelaku usaha dan mitra internasional. Penerapan CCS/CCUS bukan hanya langkah teknologis, tetapi juga mencerminkan arah kebijakan energi yang berbasis keberlanjutan dan nilai tambah jangka panjang.
"DPR melalui Komisi XII mendorong agar pembahasan RUU Migas tidak hanya bersifat administratif dan sektoral, tapi juga mampu merespons dinamika global, termasuk tuntutan dekarbonisasi dan peluang investasi hijau," ungkapnya.
Dia menegaskan, dengan dukungan regulasi yang kuat, teknologi CCS/CCUS diharapkan menjadi pengungkit strategis dalam upaya Indonesia mencapai target Net Zero Emission 2060, sekaligus mempertahankan daya saing sektor energi di tengah tren transisi global yang semakin kompetitif.
“CCS dan CCUS adalah bagian dari arsitektur energi masa depan, dan harus ditempatkan sebagai prioritas dalam desain kebijakan nasional,” tutupnya.