Serangan Siber Kini Sehalus Manipulasi Psikologis, Lawan dengan AI

DTrust AI Security.
Sumber :
  • Dok. Datacomm

Jakarta, VIVA — Di tengah lanskap digital yang kian kompleks dan dinamis, ancaman siber tak lagi sekadar persoalan teknis IT. Semakin canggih, serangan kini mampu menyasar ke ranah sosial dan psikologis manusia.

Gelar Sarjana Saja Tak Cukup! Ini 20 Skill yang Paling Dicari Perusahaan pada 2025

Menanggapi eskalasi ini, PT Datacomm Diangraha mendorong percepatan adopsi sistem keamanan yang cerdas, adaptif, dan ditopang oleh kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI-driven security solutions), baik di sektor bisnis maupun sektor publik.

Berdasarkan laporan Lanskap Keamanan Siber 2024 dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), pada 2025 ancaman siber diproyeksikan akan terbagi ke dalam dua kategori utama, yaitu serangan sosial dan serangan teknis. Masing-masing memerlukan pendekatan berbeda, namun AI bisa menjadi solusi untuk keduanya.

10 Profesi Ini Diprediksi Aman dari AI dan Robot di Masa Depan, Minat?

Serangan sosial atau dikenal dengan social engineering, tak kalah berbahaya dari serangan digital konvensional. Modusnya beragam: penipuan online, konten pornografi, judi online, hingga disinformasi.

Semuanya menyasar celah paling rentan, yaitu, emosi dan kepercayaan manusia. Terlebih lagi, penggunaan AI dalam penyebaran konten deepfake memperparah eskalasi ancaman ini.

Rahasia Gelap ChatGPT Terungkap: Sam Altman Akui Tak Ada Perlindungan Privasi

World Economic Forum (WEF) bahkan menempatkan disinformasi sebagai salah satu risiko global jangka pendek paling serius tahun ini.

Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) mencatat lebih dari 10 juta konten negatif telah ditangani sepanjang 2024. Mayoritasnya berisi penipuan, judi, dan pelanggaran hak cipta.

Dari sisi teknis, ancaman berkembang pesat. BSSN mencatat bahwa jenis serangan seperti web defacement, phishing, malware adaptif, dan serangan berbasis AI lainnya, semakin meningkat secara signifikan.

Teknologi AI kini digunakan oleh Threat Actor untuk menciptakan malware yang belajar dari perilaku sistem, serangan DDoS yang menyesuaikan pola secara real-time, hingga ransomware yang secara otomatis memilih target paling rentan.

“Ancaman siber kini berkembang layaknya entitas hidup—belajar, beradaptasi, dan menyerang secara masif dan presisi. Teknologi AI bahkan dimanfaatkan oleh threat actor untuk menciptakan serangan yang dinamis dan sulit dideteksi. Untuk mengimbanginya, organisasi harus beralih ke sistem keamanan berbasis AI yang mampu merespons secara cepat dan cerdas,” ujar Muhammad Haikal Azaim, Cybersecurity Operations and Detection Manager, PT Datacomm Diangraha.

Laporan global dari Team8 yang membuktikan kekhawatiran tersebut. Satu dari empat CISO (Chief Information Security Officer) mengaku telah mengalami serangan siber berbasis AI dalam satu tahun terakhir.

Angka tersebut kemungkinan masih di bawah angka riil, karena sebagian besar ancaman AI meniru perilaku manusia dan hanya bisa dideteksi dengan advanced metrics, seperti time to exploitation dan velocity indicators.

DTrust dari PT Datacomm Diangraha merupakan unit Managed Security Service Provider berbasis cloud. Sebagai solusi keamanan, DTrust menawarkan perlindungan sistem berbasis AI untuk menjawab tantangan social engineering.

Teknologi yang ditawarkan DTrust mampu:

- Mendeteksi, mengantisipasi, dan merespons ancaman secara real-time.

- Mengidentifikasi pola scam dan phishing dengan akurasi tinggi.

- Melindungi reputasi dari serangan berbasis manipulasi sosial.

- Mengotomatiskan pemulihan sistem dan isolasi ancaman dalam hitungan detik.

Tak hanya itu, DTrust juga menyiapkan program edukasi dan pelatihan untuk membekali organisasi menghadapi ancaman siber berbasis rekayasa sosial.

“Keamanan siber berbasis AI bukan lagi sekadar opsi, tetapi kebutuhan strategis untuk menghadapi ancaman yang semakin kompleks dan cepat. Dengan dukungan AI, kita dapat berpindah dari pendekatan reaktif ke proaktif—mengantisipasi, mengintervensi, dan menghentikan serangan sebelum berdampak signifikan,” tutur Muhammad Haikal Azaim.

3 langkah mendesak

Menyikapi tren ini, PT Datacomm Diangraha mendorong organisasi di seluruh Indonesia untuk segera:

1. Beralih ke sistem keamanan siber berbasis AI.

2. Meningkatkan kesadaran keamanan digital di tingkat individu maupun organisasi.

3. Menyusun kebijakan keamanan yang menyentuh aspek sosial, teknis, dan operasional secara menyeluruh.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya