Harga Bitcoin Naik, tapi Bahaya Mengintai
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 29–30 Juli 2025, pasar keuangan global, termasuk kripto dan saham Amerika Serikat (AS), dihadapkan pada ketidakpastian penurunan suku bunga di tengah tekanan inflasi yang masih membayangi.
Setelah sempat berkembang spekulasi bahwa The Fed mungkin akan segera memangkas suku bunga di bulan ini, peluang tersebut memudar pasca rilis data inflasi Juni yang meningkat lebih tinggi dari bulan sebelumnya.
Kenaikan harga-harga barang konsumsi, yang dipicu oleh efek kebijakan tarif impor Donald Trump, semakin membebani konsumen AS dan menahan laju optimisme bullish di pasar.
Fahmi Almuttaqin, Analyst Reku, mengatakan situasi ini turut tercermin dalam pergerakan aset kripto.
"Di tengah tren harga Bitcoin dan altcoin seperti Ethereum yang cukup solid, aksi profit taking mulai mewarnai setiap reli yang ada, tidak hanya pada Bitcoin, tetapi juga pada ETH. Beberapa investor lama tampak mengurangi eksposur risiko yang kemungkinan dilakukan untuk menunggu kejelasan arah kebijakan moneter The Fed lebih lanjut," kata dia.
Sentimen kehati-hatian ini cukup terasa, terutama setelah Presiden Donald Trump melakukan kunjungan langka ke markas Federal Reserve pada 24 Juli yang merupakan kunjungan pertama Presiden AS ke The Fed dalam dua dekade terakhir.
“Setelah pertemuan yang berlangsung dalam suasana intens tersebut, pasar menafsirkan The Fed masih akan mempertahankan posisi wait and see. Trump dilaporkan sempat menekan Jerome Powell (Gubernur The Fed) untuk segera menurunkan suku bunga dan mengkritik proyek renovasi gedung The Fed yang dinilai membengkak biayanya. Meski demikian, Powell menegaskan pentingnya independensi kebijakan moneter, menolak tekanan politik secara langsung, dan tetap mempertahankan sikap hati-hati dalam menentukan arah suku bunga, mengingat inflasi yang masih belum cukup terkendali,” imbuhnya.
Terlepas dari ketidakpastian tersebut, volume perdagangan dan aliran dana masuk ke pasar kripto sepanjang tahun ini, khususnya tiga bulan terakhir, telah menunjukkan peningkatan signifikan.
Menurut laporan terbaru JPMorgan, inflow ke aset kripto telah mencapai US$60 miliar (Rp985 triliun) sepanjang tahun berjalan, naik hampir 50 persen dari update akhir Mei 2025.
“Fenomena ini bahkan telah melampaui pertumbuhan sektor private equity dan private credit pada 2024, menandakan meningkatnya minat investor global terhadap kripto. Lonjakan inflow ini turut didorong oleh perubahan besar pada lanskap regulasi AS, tidak terkecuali pengesahan GENIUS Act yang memperjelas legalitas stablecoin berbasis dolar, serta kemajuan CLARITY Act yang mengatur status aset digital lebih transparan,” tutur dia.
Tidak hanya Bitcoin, minat investor turut merambah lebih jauh ke altcoin. Stablecoin, Layer 1, AI, Memecoin, dan DeFi menjadi sektor-sektor yang membukukan volume perdagangan tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.
Tren adopsi ETH sebagai aset treasury korporasi dan fondasi utama ekosistem DeFi juga terlihat semakin berkembang.
“Beberapa manajer aset ternama bahkan mulai menjajaki integrasi fitur staking dengan produk ETF spot seperti Ethereum. Hal ini mengindikasikan proposisi nilai aset seperti Ethereum sebagai yield generating asset yang cukup unik dan dapat memberi nilai diversifikasi yang menarik bagi para investor,” kata Fahmi.
Di tengah perkembangan di industri kripto yang pesat, edukasi pasar berpotensi menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para pelaku industri.
Sementara itu, dinamika makro ke depan yang masih relatif cukup volatil dapat berpotensi menahan laju reli yang ada, apabila berkembang ke arah yang tidak diinginkan pasar seperti misalnya inflasi AS yang kembali naik signifikan.
“Tanpa bukti kuat terhadap penurunan inflasi, kebijakan suku bunga ketat juga bisa bertahan lebih lama dan menahan laju reli atau bahkan memicu koreksi di pasar. Bagi investor, momen menjelang FOMC akhir pekan ini menjadi cukup krusial. Bukan karena keputusan yang akan diambil, melainkan lebih kepada pandangan dan preferensi pengambilan keputusan ke depan The Fed,” jelasnya.