10 Negara dengan Angka Inflasi Tertinggi, Ada Indonesia?

Ilustrasi Inflasi
Sumber :
  • Freepik

Jakarta, VIVA – Inflasi adalah salah satu indikator ekonomi yang paling dirasakan langsung oleh masyarakat. Saat inflasi tinggi, harga barang dan jasa meroket, daya beli menurun, dan kehidupan sehari-hari menjadi semakin sulit. 

Seluruh Program Pemerintah Harus Jadi Subject of Control Semua Pihak

Di sisi lain, inflasi yang terkendali bisa menjadi tanda kestabilan ekonomi, memberi masyarakat rasa aman dan kepastian. Namun, kondisi ini tidak terjadi merata di seluruh dunia. 

Data terbaru sebagaimana dikutip dari Times of India, Rabu, 13 Agustus 2025, menunjukkan jurang perbedaan yang tajam, dari negara-negara yang mengalami hiperinflasi hingga yang mampu menjaga stabilitas harga dengan baik.

Anggaran MBG pada 2026 Dipatok Lebih dari Rp 300 Triliun

Ilustrasi Inflasi

Photo :
  • vstory

1. Venezuela – 400,0%

Kepala LAN Tegaskan Kepemimpinan Kolaboratif Dukung Transformasi Ekonomi

Venezuela kembali menempati posisi teratas sebagai negara dengan inflasi tertinggi di dunia. Angka 400% mencerminkan krisis ekonomi yang telah berlangsung bertahun-tahun, diperburuk oleh kebijakan moneter yang lemah, sanksi internasional, dan keruntuhan industri minyaknya. Warga menghadapi harga yang berubah dalam hitungan hari, bahkan jam.

2. Zimbabwe – 172,2%

Zimbabwe telah lama identik dengan inflasi tinggi sejak krisis hiperinflasi di akhir 2000-an. Meskipun pernah melakukan redenominasi mata uang, masalah struktural dan tantangan fiskal terus mendorong harga naik dengan cepat.

3. Argentina – 98,6%

Argentina berada di tengah pergolakan ekonomi yang diperburuk oleh utang luar negeri, pelemahan peso, dan defisit fiskal yang kronis. Inflasi hampir menembus 100% membuat masyarakat sulit merencanakan keuangan jangka panjang.

4. Sudan – 71,6%

Sudan bergulat dengan instabilitas politik dan konflik yang berdampak pada rantai pasok dan aktivitas ekonomi. Harga pangan dan bahan bakar melonjak drastis, memukul keras rumah tangga berpendapatan rendah.

5. Turki – 50,6%

Turki mengalami inflasi yang dipicu oleh depresiasi lira, kebijakan suku bunga rendah yang kontroversial, dan ketidakpastian geopolitik. Dampaknya terasa di seluruh sektor, dari pangan hingga properti.

6. Ghana – 45,4%

Negara Afrika Barat ini menghadapi kenaikan harga yang signifikan akibat fluktuasi mata uang dan tekanan utang. Pemerintah tengah berupaya menstabilkan kondisi melalui kebijakan moneter ketat.

7. Haiti – 44,5%

Di tengah krisis politik dan bencana alam berulang, Haiti mengalami kenaikan harga yang tajam. Keterbatasan akses pangan dan bahan bakar membuat situasi semakin sulit.

8. Suriname – 42,7%

Suriname berjuang dengan ketidakstabilan fiskal dan inflasi tinggi, sebagian akibat devaluasi mata uang dan penurunan pendapatan negara dari ekspor.

9. Iran – 42,5%

Sanksi internasional, ketidakstabilan politik, dan inflasi struktural telah lama membayangi Iran. Harga kebutuhan pokok terus menekan masyarakat kelas menengah dan bawah.

10. Sierra Leone – 37,8%

Negara ini menghadapi tantangan ekonomi akibat ketergantungan pada impor, nilai tukar yang lemah, dan dampak pandemi yang belum pulih sepenuhnya.

Kontras dengan Negara Inflasi Rendah

Sementara negara-negara di atas berjuang melawan inflasi ekstrem, beberapa negara berhasil menjaga kestabilan harga. Di antaranya;

- Amerika Serikat: 4,5% (masih moderat meski lebih tinggi dari rata-rata negara maju).

- Jepang: 2,7% (contoh sukses pengendalian inflasi).

- Swiss: 2,4% (stabil berkat kebijakan fiskal ketat).

- Afghanistan: 5,6% (inflasi terkendali meski kondisi ekonomi sulit).

Inflasi tidak selalu berkorelasi langsung dengan konflik atau kemiskinan. Faktor seperti kebijakan bank sentral, kontrol mata uang, bantuan internasional, hingga perilaku konsumen dapat memengaruhi tingkat inflasi. 

Bagi pelancong maupun investor, memahami peta inflasi global bisa menjadi panduan penting untuk merencanakan perjalanan, investasi, maupun strategi bisnis di pasar internasional.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya