OJK Wajibkan Bank dan LKNB Catat Data Debitur saat Hapus Buku-Tagih Kredit UMKM

Media Briefing POJK No. 19/2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan UMKM
Sumber :
  • [Mohammad Yudha Prasetya]

Jakarta, VIVA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah berupaya memperlancar pemberian akses pembiayaan baru bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Perlebar Likuiditas, OJK Soroti Optimalisasi Dana Rp 200 Triliun di Himbara

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini mengatakan, hal itu diimplementasikan OJK melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan UMKM.

Dimana salah satu isinya menegaskan bahwa perbankan dan Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) bisa melakukan hapus buku maupun hapus tagih terhadap kredit atau pembiayaan UMKM yang tidak perform alias macet.

KPK Ingatkan Potensi Korupsi di Penyaluran Dana Rp200 T ke Bank Himbara

"Jadi baik Bank maupun LKNB bisa melakukan hapus buku dan/atau hapus tagih atas piutang macet, demi mendukung kelancaran pemberian Kemudahan Akses Pembiayaan UMKM," kata Indah di acara Media Briefing POJK No. 19/2025 di kantor OJK, Jakarta Pusat, Jumat, 19 September 2025.

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini

Photo :
  • [Mohammad Yudha Prasetya]
Batas Co-Payment Asuransi Kesehatan Diturunkan OJK Jadi 5 Persen, Ini Pertimbangannya

Meski demikian, Indah menegaskan bahwa nantinya tiap bank maupun LKNB yang hapus buku dan/atau hapus tagih piutang macet UMKM, harus tetap melakukan proses administrasi data dan informasi pembiayaan UMKM tersebut.

Supaya nantinya track record alias rekam jejak debitur terkait itu bisa tetap terdokumentasi, meskipun kewajiban pembayaran telah dihapuskan.

Namun, lanjut Indah, proses hapus buku dan hapus tagih itu harus tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya seperti pada UU P2SK serta aturan pelaksanaannya, dan POJK terkait penilaian kualitas aset di masing-masing bank maupun LKNB.

Selain itu, Indah menambahkan bahwa baik Bank maupun LKNB wajib melakukan evaluasi terhadap kewajaran penentuan biaya terkait pembiayaan UMKM, yang dibebankan kepada nasabah/debitur dan/atau calon nasabah/debitur UMKM.

Terlebih, dalam prosedur evaluasi itu, baik Bank maupun LKNB wajib memiliki kebijakan dan prosedur evaluasi. Misalnya seperti tata cara evaluasi kewajaran biaya terkait Pembiayaan UMKM, kemudian evaluasi perhitungan sumber biaya dana dan komponen biaya terkait Pembiayaan UMKM, dan analisis dampak perubahan biaya terkait Pembiayaan UMKM.

"Evaluasi wajib dilakukan secara berkala, paling sedikit 1 kali dalam 3 bulan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya