Pakar Nilai Tepat Pemerintah Atur Kuota Impor BBM untuk SPBU Swasta, Bukan Monopoli
- VIVA/Muhammad Thoifur
Jakarta, VIVA – Kebijakan yang diambil pemerintah khususnya melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ) Bahlil Lahadalia dengan memberikan kelonggaran tambahan kuota impor 10 persen dibandingkan 2024 dan realisasi impor sudah mencapai 110 persen, disambut baik banyak kalangan.
Langkah tersebut untuk mengantisipasi kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik swasta seperti BP, Shell, dan VIVO.
Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai langkah pemerintah dalam mengatur impor BBM badan usaha (BU) swasta sudah tepat. Bahkan menurutnya kebijakan tersebut bukan bentuk monopoli, melainkan upaya konsolidasi pasokan agar volume, kualitas, dan pembiayaan tetap terkendali di tingkat nasional.
"Sudah tepat itu apa yang dilakukan Menteri ESDM, langkah bukan diskriminasi atau monopoli. Justru konsolidasi pasokan agar volume, kualitas, dan pembiayaan tetap terkendali di tingkat nasional. Dengan begitu, potensi inefisiensi dan disparitas harga bisa dihindari,” kata Trubus dikutip Sabtu, 20 September 2025.
Trubus menyikapi desakan sejumlah pihak swasta agar pemerintah membuka kuota impor tambahan. Padahal, kuota impor BBM swasta tahun ini sudah dinaikkan 10 persen dibandingkan 2024, bahkan realisasinya mencapai 110 persen dari pagu awal.
Menurutnya, pemerintah memiliki tanggung jawab menyeimbangkan tiga kepentingan sekaligus, di antaranya memastikan konsumen mendapatkan pasokan dengan harga stabil, menjaga persaingan sehat antara Pertamina dan swasta, serta melindungi kepentingan nasional agar ketahanan energi tidak terlalu bergantung pada impor.
Sebab, lanjut Trubus, pangsa pasar BU swasta saat ini sudah mencapai sekitar 11 persen. Dengan porsi tersebut, swasta mulai mampu memengaruhi narasi publik. Karena itu, pemberian kuota impor tambahan tanpa mekanisme kontrol berisiko mengurangi kemampuan negara dalam menjaga cadangan strategis energi.
"Sektor energi yang merupakan urat nadi perekonomian jangan sampai dikendalikan oleh kekuatan pasar tanpa arah yang jelas. Konsistensi pemerintah dalam tata kelola impor sejalan dengan arahan Presiden untuk menghapus kuota diskriminatif, tapi tetap menjaga kepentingan nasional," tuturnya.
Ia juga mendorong pemerintah meningkatkan transparansi data pasokan BBM serta memperkuat komunikasi publik.
"Pemerintah tidak sedang memusuhi swasta. Kebijakan ini justru menata pasar agar lebih sehat, transparan, dan efisien. Keterlibatan swasta tetap penting, tapi harus dalam koridor tata kelola nasional yang ketat," tegas Trubus.
"Kalau stok habis sebelum akhir tahun, itu harusnya menjadi pelajaran penting bagi industri untuk memperbaiki perencanaan logistik, bukan sekadar meminta tambahan impor," imbuhnya
Sementara itu tenaga Ahli Menteri ESDM Michael Wattimena langkah yang dilakukan Menteri ESDM adalah kebijakan sesuai prosedur dan bukan langkah keliru. Menurutnya, apa yang dilakukan Bahlil sebagai upaya menjaga kestabilan BBM.