Bos Microsoft Ketakutan Perusahannya Hancur Gara-gara AI
- https://people.com/
Jakarta, VIVA – Perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kini menjadi poros persaingan utama perusahaan teknologi global. Raksasa seperti Google, Meta, hingga Microsoft, berusaha keras mengamankan posisi mereka agar tidak tergerus oleh perubahan zaman.
Namun, di balik peluang besar yang ditawarkan AI, terdapat ancaman serius yang dapat mengubah peta industri. Microsoft, salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia, saat ini dilaporkan menghadapi tekanan berlapis.
Selain harus mengatasi moril karyawan yang menurun akibat PHK, perusahaan juga berhadapan dengan ketatnya persaingan AI. Lebih jauh, Chief Executive Officer Satya Nadella secara terbuka mengakui bahwa dirinya dihantui risiko AI bisa menghancurkan perusahaan yang ia pimpin.
Ia mengatakan, moril di antara karyawan Microsoft kini menurun drastis, seiring gelombang PHK yang berdampak pada ribuan orang. Banyak karyawan mengaku hidup dalam ketakutan akan diberhentikan, atau digantikan oleh AI, seiring dengan semakin kuatnya komitmen Microsoft mengadopsi teknologi tersebut.
Kantor Microsoft.
- Istimewa
Dalam pertemuan internal khusus karyawan, Satya Nadella mengaku bahwa ia “dihantui” oleh kisah Digital Equipment Corporation, sebuah perusahaan komputer di awal 1970-an yang dengan cepat menjadi usang akibat IBM melakukan kesalahan strategis yang besar.
“Semua yang mungkin kita cintai selama 40 tahun bisa jadi tidak berarti,” katanya kepada karyawan di pertemuan tersebut, seperti dikutip dari Futurism, Selasa, 23 September 2025.
“Kita sebagai perusahaan, kita sebagai pemimpin, hanya akan benar-benar berharga ke depan jika kita membangun apa yang sekuler dalam hal ekspektasi, alih-alih jatuh cinta dengan apa pun yang telah kita bangun di masa lalu,” paparnya.
Di lain sisi, tekanan terhadap Microsoft untuk bertransformasi di era AI pun semakin besar. Bulan lalu, miliarder Elon Musk mengumumkan proyek AI terbarunya bernama “Macrohard,” sebuah sindiran langsung yang ditujukan ke raksasa teknologi tersebut.
"Secara prinsip, mengingat perusahaan perangkat lunak seperti Microsoft tidak memproduksi perangkat keras fisik, seharusnya mungkin untuk menirunya sepenuhnya dengan AI,” kata Musk.
Meski masih harus dilihat seberapa sukses upaya Musk untuk meniru produk-produk Microsoft seperti Office Suite dengan AI, Nadella menegaskan bahwa ia siap melepas produk jika suatu saat menjadi usang.
Untuk saat ini, Microsoft tetap berkomitmen dalam pengembangan AI. Awal tahun ini, perusahaan mengumumkan kembali rencana untuk mengalokasikan dana sebesar US$80 miliar atau setara Rp1.312 triliun untuk mendukung pusat data AI.
Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan yang dikeluarkan Google maupun Meta. Namun, relasi Microsoft dengan OpenAI menambah kerumitan.
OpenAI ingin beralih menjadi perusahaan for-profit, sekaligus membutuhkan kapasitas komputasi lebih banyak daripada yang dapat disediakan Microsoft. Hal ini menekan hubungan kemitraan bernilai miliaran dolar tersebut.
Pekan lalu, kedua perusahaan menandatangani “nota kesepahaman yang tidak mengikat,” sambil menyatakan bahwa mereka secara aktif bekerja untuk merampungkan kesepakatan kontraktual dalam perjanjian final.
Kini, Microsoft berada di persimpangan jalan, yakni berupaya mengukuhkan diri dalam lanskap teknologi yang berubah cepat, sekaligus menghadapi ancaman dari dalam dan luar perusahaan.