Ahmad Dhani Bebaskan Lagunya Diputar di Kafe, Anji: LMK Tetap Nagih Pembayaran

Anji Manji
Sumber :
  • vstory

VIVA – Polemik royalti musik di Indonesia kembali mencuri perhatian setelah musisi ternama Ahmad Dhani dan Charly Van Houten mengumumkan bahwa karya mereka boleh diputar secara gratis di kafe dan restoran. Namun, keputusan ini mendapat tanggapan kritis dari Anji Manji yang menilai langkah tersebut tidak akan mengubah kewajiban finansial para pengusaha kafe dan restoran. 

Ramai Polemik soal Royalti, Berikut Lirik Lagu 'Tanah Airku' yang Kerap Dinyanyikan Suporter dan Pemain Timnas Indonesia

Menurutnya, sistem pengelolaan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) tetap membebani pelaku usaha, terlepas dari izin bebas royalti dari pencipta lagu. Anji menjelaskan bahwa mekanisme penarikan royalti oleh LMK tidak didasarkan pada lagu yang diputar di suatu tempat usaha. 

“Musisi membebaskan lagunya diputar di kafe? Tidak berpengaruh. Kan LMK menarik royalti ke kafe dan lainnya bukan berdasarkan penggunaan lagu,” kata Anji Manji, mengutip video Instagramnya, Jumat 8 Agustus 2025.

Pemain Timnas Indonesia U-17 Nyanyikan Lagu Tanah Airku di Piala Kemerdekaan, Netizen: Kena Royalti Nggak?

“Jadi, mau siapa pun musisi menggratiskan lagunya untuk diputar kafe dan lainnya itu, ya LMK tetap menagih pembayaran kepada mereka," tambahnya.

Lebih lanjut, Anji mengungkapkan bahwa penarikan royalti oleh LMK ditentukan berdasarkan parameter seperti luas ruangan atau jumlah kursi di tempat usaha, bukan daftar lagu yang dimainkan. 

Ahmad Dhani Sindir WAMI: Keras ke Kafe, tapi Tumpul ke Penyanyi dalam Urusan Royalti

“Penarikannya bagaimana? Berdasarkan luas ruangan, berdasarkan jumlah kursi, bukan berdasarkan penggunaan lagu,” ujar Anji. 

Dengan sistem ini, niat baik musisi seperti Ahmad Dhani untuk membebaskan royalti menjadi tidak efektif, karena pelaku usaha tetap diwajibkan membayar iuran lisensi.
Anji juga melontarkan skenario menarik: bagaimana jika seluruh pencipta lagu menggratiskan karyanya? 

“Kecuali semua pencipta lagu melakukan hal yang sama. Jika itu terjadi, tentu jadi lucu. Royalti yang ditarik mau dibagikan ke siapa?” tanyanya. 

Ia menyoroti ketidakjelasan dalam distribusi royalti yang dikumpulkan LMK, yang menurutnya tidak mencerminkan penggunaan lagu secara akurat. Selain itu, Anji membuka fakta bahwa hubungan antara LMK dan banyak pencipta lagu tidak harmonis. 

“Khalayak baru tahu bahwa sebenarnya hubungan LMK dan banyak pencipta lagu sebenarnya tidak mesra,” ungkapnya. 

Ia melihat polemik ini sebagai kesempatan bagi musisi dan pelaku usaha untuk bersatu menuntut perubahan sistem. 

“Saatnya musisi bersatu kembali mempertanyakan sistem penarikan dan pendistribusian royalti yang dibuat LMK,” tegas Anji.

“Pembagiannya bagaimana? Bagaimana cara LMK membagi uang yang dikumpulkan secara random itu kepada pencipta lagu secara adil?” katanya. 

Ia mendorong para pengusaha untuk menuntut transparansi dari LMK terkait pengelolaan dana royalti. 

“Pengusaha juga harus mulai untuk menuntut transparansi,” tambahnya.

Polemik ini menggambarkan tantangan besar dalam ekosistem musik Indonesia, di mana sistem royalti yang ada dinilai belum sepenuhnya adil dan transparan. Suara kritis Anji diharapkan dapat memicu diskusi lebih luas untuk memperbaiki tata kelola royalti demi kepentingan semua pihak, dari musisi hingga pelaku usaha.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya