PTTUN Mataram Perkuat Putusan PTUN Denpasar Terkait Sengketa Tanah Warga dengan Pemda Buleleng

ilustrasi hakim memutus perkara
Sumber :
  • vstory

Bali, VIVA – Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar Nomor 16/G/2024/PTUN.DPS tanggal 6 Agustus 2024. 

Tanah dan Bangunan Disita dari Kasus Korupsi Dana Hibah Jatim, KPK: Dibeli dengan Harga Rp 8 Miliar

Sengketa dengan Nomor 47/B/2024/PT.TUN.MTR itu melibatkan Pemerintah Daerah (Pemda) Buleleng sebagai pembanding dan terbanding adalah masyarakat Desa Pejarakan, Kec. Gerokgak, Kabupaten Buleleng yang diwakili oleh warga bernama Marsito, Matramo, Nawawi, Samsul Hadi, Rahnawi dan Jumrati.

Dalam amar putusannya, Hakim PTTUN memerintahkan supaya membatalkan keputusan Tata Usaha Negara yang mengesahkan Sertipikat Hak Pengelolaan Nomor 00001 yang diterbitkan Kantor Pertahanan (Kanta) Buleleng tanggal 25 November 2020 dengan Surat Ukur Nomor 70/TN/B/1971, tanggal 28 Desember 1971, Seluas 450.000 M2 atas nama Pemda Buleleng. 

Buronan Charlie Chandra Melawan saat Ditangkap, Pintu Dikunci-Kurung Diri dalam Rumah

Selanjutnya PTTUN memerintahkan kepada Kantor Pertanahan Buleleng supaya memperoses permohonan sertipikat yang dimohonkan warga atas tanah seluas 80.000 M2 dari luas 450.000 M2 tersebut.

Atalarik Syach Ungkap Rumahnya Digeruduk Petugas, Protes Eksekusi Tanah

Diketahui, tanah tersebut sebelumnya tempat penambakan ikan dan garam lokal masyarakat setempat. Namun pada tahun 1975, diambil alih pemerintah menjadi tanah negara dengan Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 1/Desa Pejarakan atas nama

Pemda Buleleng yang diberikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK 3/HPL/DA/75 tanggal 17 Maret 1975. 

Kemudian Pemda membagi tanah tersebut untuk kepentingan proyek pengapuran dengan luas 450 ribu M². Sementara sebagiannya diserahkan kepada investor yaitu PT. BCP.

Namun warga setempat tidak terima dengan perampasan sepihak tersebut. Pada tahun 2010 silam, mereka menggugat Pemda Buleng ke Pengadilan Negeri Singara yang terdaftar dengan nomor perkara 59/PDT.G/2010/PN.SGR., tanggal 17 Juni 2010.

Perjuangan warga tersebut pun tak sia-sia. PN Singaraja dalam amar putusannya memerintahkan kepada Pemda dan pengelola supaya menyerahkan tanah tersebut kepada warga. 

Juru bicara (Jubir) warga, Gede Kariasa mengaku pihak telah lama berjuang merebut kembali tanah yang sekian lama di serobot mafia tanah. Bahkan awal penolakan, salah satu warga rela gantung diri lantaran tak mau tanahnya diserahkan kepada orang yang tak bertanggungjawab. 

"Namanya Pan Dayuh. Dia tak mau tanahnya hilang. Sebab tanah tersebut warisan orangtuanya yang sudah turun-temurun. Namun kami kalah dengan orang yang berduit," tegasnya. 

Dia pun meminta kepada Presiden Prabowo Subianto supaya memberikan atensi khusus terhadap masyarakat yang tanahnya diserobot tanpa alas hak. Padahal para mafia tersebut hanya berlindung dibalik kekuasaan. 

"Putusan ini menjadi angin segar bagi kami. Setidaknya perjuangan kami selama bertahun-tahun ada jawabannya. Kami 54 warga Desa Penjarakan menyambut baik keputusan tersebut," tukasnya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo menegaskan bahwa mafia tanah bermain di seluruh wilayah Indonesia. Biasanya para mafia tersebut bermain tanah yang mempunyai nilai ekonomis. 

Lanjut pria yang akrab disapa Rudi ini, mafia tanah tersebut bahkan menguasai instansi negara. Mulia dari Badan Pertanahan hingga pengadilan. Apalagi gugatan perdata di tingkat pengadilan baik tingkat pertama maupun hingga ke peninjauan kembali di Mahkamah Agung (MA) membutuh waktu, energi dan materi yang cukup. 

"Kekuatan mafia tanah ini kan finansial yang bisa dipikirkannya, bisa membayar aparat penegak hukum. Karena sengketa di pengadilan itu panjang, inilah yang merugikan warga biasa kita. Masyarakat biasa yang tidak punya jabatan dan tidak punya finansial," tegas Rudi. 

Rudi pun mengkritisi kinerja Satgas Anti Mafia Tanah yang selama ini ditugaskan negara untuk memberantas para mafia, namun selalu tidak kerja secara maksimal. Sejatinya Satgas harus peduli kepada rakyat kecil. 

"Seharusnya hukum itu berpihak kepada rakyat kecil. Bukan malah sebaliknya. Kalau itu dijadikan doktrin pemerintah, partai-partai mafia bisa hilang. Tapi kalau sebaliknya berpihak kepada pemodal atau yang punya finansial, maka celakalah rakyat kita," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya