Pergeseran Jemaah di Arafah Berbasis Syarikah, Murur dan Tanazul Juga Jadi Perhatian
- MCH 2025
Makkah, VIVA – Selama masa puncak ibadah haji di kawasan Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), skema pergerakan jemaah Indonesia dilakukan berbasis pada layanan masing-masing syarikah atau perusahaan penyedia layanan haji yang bermitra dengan pemerintah.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, menegaskan bahwa skema ini mencakup seluruh jemaah, termasuk mereka yang mengikuti sistem Murur dan Tanazul.
Dirjen PHU Hilman Latief mengecek kasur-kasur di Tenda jemaah Wukuf di Arafah
- Andika Wahyu/MCH 2025
“Syarikah bertanggung jawab terhadap data yang mereka pegang. Mereka yang akan melayani jemaah mulai dari berangkat dari hotel ke Arafah, lalu ke Muzdalifah, ke Mina, termasuk yang mengikuti Murur, Tanazul, hingga Nafar Awal, Nafar Tsani, dan kembali ke hotel masing-masing,” kata Hilman saat melakukan pemantauan di Arafah, Senin (26/5/2025).
Murur dan Tanazul: Skema Mobilitas Khusus
Penampakan tenda-tenda jemaah haji di Mina, Makkah, Arab Saudi, Rabu (21/5/2025)
- Andika Wahyu/MCH 2025
Murur adalah sistem di mana jemaah tidak bermalam di Muzdalifah, melainkan hanya melintas, sedangkan Tanazul adalah sistem kepulangan sebagian jemaah secara bertahap dari Mina ke hotel sebelum tanggal 13 Dzulhijjah. Keduanya merupakan skema mobilitas yang diatur guna mengurangi kepadatan dan menyesuaikan kondisi fisik jemaah, terutama lansia dan risiko tinggi.
Hilman menegaskan bahwa semua bentuk pergeseran ini dikelola langsung oleh syarikah dengan tanggung jawab atas data jemaah masing-masing.
Terkait kekhawatiran tentang pasangan atau anggota keluarga jemaah yang terpisah akibat skema Murur atau Tanazul, Kementerian Agama telah meminta syarikah untuk memberikan akomodasi yang memadai dan memastikan tidak ada jemaah yang merasa ditinggalkan.
“Kami sudah sampaikan kepada para CEO syarikah bahwa jemaah kita sebagian besar harus bergabung dengan grupnya, dengan keluarga. Ada orang tua yang harus bersama pendamping. Alhamdulillah mereka bisa memahami dan bersedia memberikan fleksibilitas,” ujar Hilman.
Meskipun seluruh jemaah akan dilayani berdasarkan maktab atau markaz masing-masing, Kemenag juga memberikan ruang diskusi agar syarikah bisa memberikan kelonggaran, terutama bagi jemaah dengan kondisi khusus.
“Kita sudah sampaikan kepada mereka beberapa kelonggaran untuk bisa memberikan kemudahan pada jemaah,” tambahnya.