Kejagung Dinilai Sudah Tepat Usut Kasus Korupsi Sritex
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.
Jakarta, VIVA - Pakar Hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto mengatakan langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengusut dugaan kasus korupsi pada pemberian kredit dari beberapa bank kepada PT. Sri Rejeki Isman (Sritex) sudah tepat.
Menurut dia, pailit dan korupsi memang dua kasus yang berbeda. Di mana, kata dia, kepailitan merupakan proses perdata terkait hukum korporasi. Sedangkan, korupsi merupakan perkara pidana. Namun, pengusutan perkaranya dapat berjalan bersamaan baik perdata maupun pidana.
“Ini adalah dua hal yang berbeda. Karena kalau pailit yang memang benar-benar pailit tidak ada unsur pidana banyak juga, memang unsurnya pailit. Tapi ada juga pailit disertai unsur tidak pidana, yang terjadi di Sritex. Jadi apa yang dilakukan Kejaksaan Agung menurut saya tepat, karena untuk mengungkapkan aspek pidananya. Perkara pailitnya aspek perdata, itu biar berjalan sesuai mekanisme unsur perdata,” kata Aan saat dihubungi pada Minggu, 1 Juni 2025.
Gedung Kejaksaan Agung
- VIVA/Foe Peace
Kata dia, dugaan pailit Sritex yang diakibatkan oleh korupsi menyebabkan adanya unsur pidana dalam kasus tersebut. Sehingga, ia mendorong Kejaksaan Agung dapat mengusut perkara pidana sebagaimana kewenangannya.
“Ya tidak ada masalah (pengusutan perdata dan pidana bersamaan). Ini kasus pidananya saya mengikuti ya, mengikuti dalam proses pailitnya ini. Jadi ini bisa menjadi salah satu modus, dengan adanya pailit itu kemudian mengakibatkan adanya unsur pidana di dalamnya,” jelas dia.
Aan mengatakan, jika Kejaksaan Agung tidak segera menegakkan proses pidana korupsi terhadap Sritex, maka akan menimbulkan lebih banyak kerugian baik terhadap para pekerja lantaran niat jahat sengaja menjadikan pailit perusahaan, serta untuk negara akibat korupsi.
“Harus dimintai pertanggungjawaban. Dua-duanya (perkara perdata dan pidana) memang harus jalan,” ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar mengatakan bahwa terdapat empat bank yang diduga berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pemberian kredit PT Sritex.
Harli menyebutkan, dari 4 bank itu terdiri dari 1 bank plat merah atau milik pemerintah dan juga 3 bank daerah.
"Bank daerahnya ada 3. (satu lagi) Itu bank nasional, bank pemerintah,” ujar Harli kepada wartawan Rabu, 21 Mei 2025.
Lebih lanjut dia mengungkap, total pemberian kredit dari bank daerah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Sritex mencapai sekitar Rp 3,6 triliun.
Tak hanya itu, eks Direktur Utama PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, diduga menerima pencairan kredit tersebut dari sejumlah bank.
"Kalau kita hitung sementara kredit yang diberikan itu sekitar Rp 3,58 triliun atau Rp 3,6 triliun. Itu baru dari 4 bank,” tutur dia.