KPK Terima Laporan Dugaan Korupsi Ibadah Haji 2025

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK
Sumber :
  • ANTARA/Rio Feisal

Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima dan akan menindaklanjuti laporan dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 yang dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).

Menkeu Purbaya Respons KPK soal Potensi Kredit Fiktif Rp200 T: Kalau Ketahuan, Tangkap!

“Secara umum, setiap laporan pengaduan yang diterima KPK akan dilakukan verifikasi atas validitas informasi dan keterangan yang disampaikan pelapor,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Selasa.

Setelah itu, kata Budi, KPK akan menelaah dan menganalisis ada atau tidaknya dugaan tindak pidana korupsi dalam laporan tersebut, sekaligus menentukan berwenang atau tidak untuk menindaklanjutinya.

Gugatan Rp 800 Miliar ke Polda Sulsel karena Dianggap Lalai Amankan Demo Dicabut, Apa Alasannya?

Ilustrasi pelaksanaan ibadah haji.

Photo :
  • VIVA.co.id/Muhammad Faidurrahman (Kalsel)

Lebih lanjut dia mengatakan rangkaian proses di pengaduan masyarakat merupakan informasi yang belum bisa disampaikan kepada masyarakat.

Ramai Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Jalan, Begini Respons Kakorlantas

Update (perkembangan, red.) tindak lanjutnya hanya bisa disampaikan kepada pelapor sebagai bentuk akuntabilitas,” katanya.

Sementara itu, dia mengatakan KPK mengapresiasi setiap aduan dugaan tindak pidana korupsi yang disampaikan ke lembaga antirasuah itu

“Hal ini sebagai wujud konkret keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Pada kesempatan berbeda, peneliti ICW Wana Alamsyah menyampaikan pihaknya melaporkan seorang penyelenggara negara dan dua aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Agama kepada KPK.

Wana menjelaskan laporan tersebut berkaitan dengan layanan masyair, kemudian pengurangan spesifikasi konsumsi yang diberikan kepada jemaah haji.

“Terkait dengan adanya dugaan persoalan layanan masyair, berdasarkan hasil investigasi kami, adanya dugaan dalam pemilihan penyedia dua perusahaan yang dimiliki oleh satu orang atau satu individu yang sama. Jadi, namanya sama, alamatnya sama,” kata Wana.

Menurut dia, ICW memandang dua perusahaan tersebut memonopoli pasar, yakni sekitar 33 persen dari layanan masyair.

Untuk laporan mengenai pengurangan spesifikasi konsumsi, dia menjelaskan ada tiga persoalan.

Pertama, makanan yang diberikan kepada jemaah haji tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia.

“Dalam permenkes tersebut idealnya secara umum individu itu memerlukan atau membutuhkan kalori sekitar 2.100, tetapi berdasarkan hasil penghitungan kami, rata-rata makanan yang diberikan oleh Kementerian Agama melalui penyedia kepada jemaah haji itu berkisar 1.715 sampai 1.765 kalori,” katanya.

Artinya, kata dia, ICW memandang ada permasalahan dimulai dari proses perencanaan, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan gizi untuk jemaah.

Kedua, kata dia, ada persoalan dugaan pungutan liar dalam konsumsi yang diberikan kepada jemaah, yakni sebesar 0,8 riyal per kali makan. Dengan demikian, berpotensi mendapatkan keuntungan pribadi hingga Rp50 miliar.

Ketiga, terdapat dugaan permasalahan pengurangan spesifikasi makanan untuk jemaah sebesar 4 riyal per porsi, sehingga berpotensi terjadi kerugian keuangan negara hingga Rp255 miliar. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya