MK Tolak Gugatan UU TNI, Alasannya Semua Dalil Permohonan Tak Terbukti

Ketua MK, Suhartoyo (tengah)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/bar

Jakarta, VIVA – Mahkamah Konstitusi menolak pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) karena seluruh dalil permohonan tidak terbukti.

Banggar Bantah Anggaran DPR Naik Jadi Rp 9,9 Triliun Tahun 2026, Begini Penjelasannya

MK menolak permohonan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), aktivis Inayah W.D. Rahman dalam Perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025.

"Menolak permohonan pemohon I sampai dengan pemohon IV untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Rabu.

Tambahan 2 Liter Minyak Goreng di Bansos Pangan Baru Percobaan, Purbaya: Kalau Kurang Ditambah Lagi

Perkara itu sejatinya dimohonkan pula oleh aktivis yang juga mengurus rumah tangga Fatiah Maulidiyanty dan mahasiswa bernama Eva Nurcahyani. Akan tetapi, kedua pemohon itu dinyatakan tidak memiliki kedudukan hukum oleh Mahkamah.

Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Brigjen (Mar) TNI Freddy Ardianzah (Kedua dari kiri)

Photo :
  • Istimewa/Puspen TNI
Tok! DPR Sahkan UU APBN 2026, Simak Rinciannya

"Menyatakan permohonan V dan VI tidak dapat diterima," imbuh Suhartoyo.

Mahkamah menyatakan dalil para pemohon berkenaan perencanaan revisi UU TNI dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025 dilakukan secara melanggar prosedur tidaklah beralasan menurut hukum.

MK juga menyatakan dalil para pemohon mengenai revisi UU TNI bukan "operan" atau carry over sehingga tidak seharusnya melangkahi tahap perencanaan dan tahap penyusunan pembentukan undang-undang juga tidak beralasan menurut hukum.

Dalil lainnya yang dinilai tidak beralasan menurut hukum oleh MK, yaitu berkaitan dengan revisi UU TNI tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI yang ditetapkan oleh berbagai politik hukum mengenai TNI usai reformasi tahun 1998.

Mahkamah menilai dalam proses revisi UU TNI, pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang telah melakukan upaya membuka ruang partisipasi masyarakat.

Pembentuk undang-undang dinilai telah melakukan upaya, baik melalui tatap muka dalam berbagai diskusi publik maupun melalui metode berbagi informasi secara elektronik melalui laman resmi maupun kanal YouTube yang dapat diakses oleh masyarakat.

“Artinya, pembentuk undang-undang telah menyediakan beberapa pilihan metode atau sarana partisipasi publik, serta tidak ada upaya untuk menghalangi masyarakat yang hendak berpartisipasi dalam proses pembentukan RUU Perubahan Atas Undang-Undang 34/2004 (UU TNI),” ucap Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah membacakan pertimbangan hukum.

Sementara itu, terkait polemik rapat konsinyering Panitia Kerja RUU TNI di salah satu hotel mewah di Jakarta Pusat, Mahkamah menyebut rapat tersebut sejatinya bersifat terbuka untuk umum sebagaimana tertuang dalam risalah rapat.

Mengenai permasalahan dokumen yang tidak dapat diakses publik, menurut Mahkamah, tidak tepat jika dikaitkan dengan pelanggaran asas keterbukaan. Sebab, selain telah disampaikan melalui laman resmi dan kanal YouTube DPR, akses informasi juga dapat diketahui melalui hasil wawancara dengan awak media setelah rapat.

Asintel Kaskostrad Brigjen TNI Muhammad Nas temui massa ojol depan Mako Brimob

Photo :
  • Ist

"Dengan demikian, berdasarkan fakta hukum tersebut, pembentuk undang-undang telah menyediakan akses melalui laman resmi dan kanal YouTube DPR serta adanya hasil wawancara yang dilakukan oleh media massa dalam setiap tahapan pembahasan RUU a quo (tersebut) telah membuktikan upaya pembentuk undang-undang dalam membuka akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat," kata Guntur.

Putusan tersebut tidak bulat. Empat orang hakim, mulai dari Ketua MK Suhartoyo, Wakil Ketua MK Saldi Isra, serta Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Arsul Sani berbeda pendapat (dissenting opinion) terhadap putusan dimaksud.

MK memutus lima perkara uji formil UU TNI pada Rabu ini. Selain Perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025, Mahkamah juga memutus Perkara Nomor 75, 69, 56, dan 45/PUU-XXIII/2025. Namun, Mahkamah memutuskan empat perkara lainnya itu tidak dapat diterima karena para pemohon, yang seluruhnya adalah mahasiswa, tidak memiliki kedudukan hukum. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya