LSI Denny JA Ungkap Alasan Tingkat Kepuasan Terhadap Prabowo-Gibran Masih Tinggi, Meski Ada Rapor Merah
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA - Direktur KCI LSI Denny JA, Adjie Al Faraby menjelaskan penyebab dua rapor merah yang menjadi alarm sosial untuk Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Hal itu berdasarkan hasil temuan survei yang dilakukan LSI Denny JA pada 16–31 Mei 2025, dengan metode multi-stage random sampling terhadap 1.200 responden.
“Ada empat alasan utama mengapa tekanan ini muncul dalam fase awal pemerintahan. Tahap awal implementasi, pertumbuhan ekonomi di bawah target, ekspektasi yang terlampau tinggi, dan gelombang PHK masif,” kata Adjie Alfaraby dalam keterangannya pada Rabu, 4 Juni 2025.
LSI Denny JA rilis survei hasil kinerja Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. (Istimewa)
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Kata dia, banyak program unggulan seperti makan bergizi gratis (MBG), hilirisasi, Danantara dan Koperasi Merah Putih yang masih dalam tahap uji coba. “Dampak nyatanya belum dirasakan publik. Ini program besar yang manfaatnya akan terasa tapi memerlukan waktu lebih panjang,” ujarnya.
Kedua, pertumbuhan ekonomi di bawah target. Di kuartal ini, kata Adjie, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat di bawah 5%, terlalu lemah untuk menyerap tenaga kerja secara masif. “Dalam politik ekonomi, angka 5% adalah garis batas antara harapan dan kekhawatiran,” jelas dia.
Ketiga, ekspektasi yang terlampau tinggi. Menurut dia, terpilihnya Prabowo dengan dukungan besar memantik harapan rakyat yang menjulang. Namun, teori psikologi politik mengingatkan semakin tinggi harapan, semakin keras bunyi kecewa saat realitas belum menyusul.
Keempat, gelombang PHK masif. Kata Adjie, hanya dalam dua bulan pertama tahun ini (1 Januari-10 Maret), sebanyak 73.992 kasus PHK tercatat oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia. Di balik angka itu ada cerita anak putus sekolah, cicilan rumah macet, dan warung yang tak jadi buka.
“PHK tak hanya melanda buruh, industri hotel dan restoran, tapi juga pekerja intelektual seperti wartawan,” kata Adjie.
Namun demikian, Adjie menyampaikan alasan mengapa kepuasan tetap tinggi di tengah dua rapor merah Pemerintahan Prabowo-Gibran tersebut. Kata dia, paradoks ini menarik meski tekanan ekonomi dirasakan luas, tingkat kepuasan terhadap pemerintahan juga tetap tinggi.
“Sebanyak 81,2% responden menyatakan puas atau sangat puas terhadap Prabowo–Gibran,” ungkapnya.
Menurut Adjie, ada empat penjelasan untuk fenomena ini di antaranya popularitas personal. Kata dia, Prabowo memiliki tingkat pengenalan publik sebesar 98% dan kesukaan 94,4%. Dalam komunikasi politik, citra pribadi kerap menjadi benteng kokoh terhadap kritik di awal masa pemerintahan.
“Kedua, efek honeymoon politik. Kata dia, 6 hingga 12 bulan pertama adalah fase bulan madu antara rakyat dan kekuasaan. Ini momen ketika optimisme menahan kegelisahan, dan publik masih memberi waktu,” ujarnya.
Ketiga, lanjut Adjie persepsi arah yang benar. Sebanyak 81% responden merasa Indonesia sedang berada di jalur yang tepat. Meski hasil konkret belum tampak, arah yang dirasa benar memberi ruang harapan.
“Keempat, ketiadaan oposisi yang memikat. Hingga kini, belum muncul gagasan besar dari oposisi seperti PDIP atau Anies Baswedan yang mampu menyaingi narasi dominan pemerintah,” katanya lagi.
Diketahui, survei nasional terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) dilakukan pada 16–31 Mei 2025. Survei ini menggunakan metode multi-stage random sampling terhadap 1.200 responden, menampilkan dua wajah dari pemerintahan Prabowo–Gibran.
Lima rapor biru yang menandakan stabilitas. Dan dua rapor merah yang menjadi alarm sosial. Survei ini memiliki margin of error ±2,9% dan diperkuat dengan riset kualitatif, wawancara mendalam, FGD, dan analisis media.