Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Dinilai Timbulkan Dilema Konstitusional

Diskusi Publik Kosgoro 1057
Sumber :
  • Dok. Istimewa

Jakarta, VIVA – Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Kosgoro 1957, HR Agung Laksono mengungkapkan adanya kegelisahan publik terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan Pemilu nasional dan daerah. 

Ia menilai putusan MK tersebut menimbulkan kebingungan dan dilema konstitusional yang serius, tak hanya bagi penyelenggara pemilu tetapi juga bagi masyarakat dan pembuat kebijakan.

"Kalau dilaksanakan bisa melanggar konstitusi, tapi kalau tidak dilaksanakan juga bisa melanggar konstitusi. Tentu putusan itu harus kita sikap secara konstruktif dan dewasa," kata Agung dalam Diskusi Publik dengan tema Menata Ulang Konsep Keserentakan Pemilu, Solusi Legislasi Putusan MK di Jakarta, Jumat, 18 Juli 2025.

Agung mengatakan hasil diskusi tersebut nantinya bakal disampaikan kepada seluruh kader Kosgoro 1957 yang duduk di Parlemen Senayan.

Dave Laksono Bersama Pengurus PKK Kosgoro 1957, dan Daerah Seluruh Indonesia

Photo :
  • Kosgoro 1957

"Hasil pemikiran ini tentu akan si sampaikan kepada kader Kosgoro 1957 yang menjadi anggota DPR RI dan pengurus di daerah, termasuk juga ke Partai politik," ujarnya.

Mantan Menkokesra ini juga berharap putusan-putusan MK bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. "Keputusan MK harus bisa memperkuat NKRI," tegasnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman khawatir jika ada kesalahpahaman politik terkait putusan MK soal pemisahan Pemilu itu.

Rano Karno Kasih Kabar Terbaru soal Sekolah Swasta Gratis di Jakarta

"Karena tak boleh DPRD-nya kosong, kalau gubernur atau wakil masih boleh," ujar dia.

Dari pendapat yang berkembang saat ini, menurutnya ada perbedaan penafsiran akan pasal 22 E ayat (1) dan (2) Bab VII B. Ia menilai pasal tersebut harus disatukan dengan pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD NRI Tahun 1945. 

Menteri Prabowo Minta Tambah Anggaran saat Efisiensi, Begini Respons MPR

Sebab, lanjut dia, dengan berbeda penafsiran, dianggap putusan MK nomor 135 Tahun 2024 tidak sesuai ketentuan konstitusi.

Dave Laksono Lantik Ketum Gakum Kosgoro 1957

Photo :
  • Kosgoro 1957
Komisi III DPR Ungkap Alasan DIM RUU KUHAP Belum Bisa Diakses Publik

"Jika ditindaklanjuti oleh DPR RI, akan pula merasa tindak lanjut tersebut harus mengabaikan perbedaan penafsiran yang sangat prinsip ini yang tentu implikasinya menjadi panjang dan rumit. Sebab, untuk tindak lanjut harus melakukan perubahan terlebih dahulu UUD NRI Tahun 1945, apakah perubahan terbatas atau tidak," jelasnya.

Bagi MPR, kata Rambe, sesuai pasal 3 ayat (1) bahwa MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD. Pada intinya, kata dia, dapat atau punya kewenangan menafsirkan pasal-pasal UUD tersebut, agar segera melakukan konsultasi (sesuai Tatib) MPR pasal 26, 

"Bahwa Pimpinan MPR, berwenang: mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Presiden dan/atau Pimpinan Lembaga Negara lainnya dalam rangka pelaksanaan wewenang dan tugas MPR, serta mengundang pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok DPD untuk mengadakan rapat gabungan," pungkasnya.

Sementara pengamat politik, Hendri Satrio menyebut putusan MK 135 terlihat tergantung penguasanya, maka putusannya bisa sesuai dan tidak sesuai. 

"Putusan MK tergantung penguasa jika tidak menguntungkan penguasa maka akan dikritik bahkan ditolak tapi jika menguntungkan maka dianggap final dan mengikat," tegasnya.

Hendri juga menyebutkan Indonesia saat ini demokrasinya dalam proses belajar maka banyak fenomena-fenomena yang terjadi. "Saya melihat putusan MK salah satunya membantu penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan pada 2019 banyak yang meninggal dunia," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya