Bisakah Bitcoin Tembus Rp2,6 Miliar?
Jakarta, VIVA – Aset kripto Bitcoin (BTC) diperkirakan memasuki fase reli terakhir menjelang akhir 2025. Analis menyebut pola harga BTC saat ini menunjukkan kemiripan dengan fase breakout emas beberapa tahun lalu.
Jika tren ini berlanjut, harga Bitcoin diproyeksikan menembus US$160 ribu (Rp2,6 miliar) pada akhir tahun ini.
Prediksi ini disampaikan oleh Ted Pillows, analis makro pasar yang menilai struktur harga Bitcoin saat ini menyerupai pola breakout emas saat naik dari US$2 ribu (Rp32,7 juta) ke atas US$3.300 (Rp54 juta).
“Jika tren ini bertahan, Bitcoin bisa menyalip Rp2,6 miliar sebelum 2025 berakhir,” kata Pillows, seperti dikutip Indodax dari Coindoo, Senin, 28 Juli 2025.
Ia menyoroti tiga fase penting yang sama-sama dialami kedua aset, yakni akumulasi, distribusi, dan re-akumulasi.
Pillows menilai Bitcoin kini memasuki fase re-akumulasi serupa, yang menjadi sinyal kuat potensi reli besar dalam waktu dekat.
Kondisi teknikal ini dinilai sebagai titik kritis yang akan menentukan arah tren jangka menengah hingga akhir tahun. Harga Bitcoin saat ini berada di kisaran US$119 ribu (hampir Rp2 miliar), naik stabil di atas zona psikologis.
Menurut analis teknikal Ali Martinez, level support krusial berada di US$110 ribu (Rp1,8 miliar), berdasarkan indikator MVRV Extreme Deviation Pricing Bands dari Glassnode.
“Bitcoin dapat melonjak menuju US$130 ribu (Rp2,1 miliar) selama dukungan US$110 ribu (Rp1,8 miliar) bertahan,” tulis Ali dalam postingan terbarunya di X.
Level tersebut kini dianggap sebagai batas bawah dari zona re-akumulasi yang krusial menjelang akhir kuartal ketiga tahun ini.
Jika harga tetap bertahan di atas support itu, target jangka pendek ke Rp2,1 miliar dianggap realistis, dengan potensi lanjutan menuju Rp2,6 miliar jika momentum pasar dan volume institusional terus meningkat.
Analisis ini selaras dengan arus permintaan dari investor institusional dan sentimen positif terhadap Bitcoin sebagai safe haven digital, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global yang belum stabil.
Istilah “fase reli terakhir” digunakan untuk menggambarkan bagian akhir dari siklus bullish, ketika pasar mulai menunjukkan akumulasi kuat menjelang puncak tren.
Sejumlah indikator teknikal menunjukkan bahwa fase ini sedang berlangsung, meski volatilitas tetap tinggi.
Beberapa pelaku pasar melihat pola saat ini sebagai peluang masuk, namun sebagian lain mengingatkan adanya risiko koreksi cepat jika support gagal dijaga.
"Sentimen pasar ritel dan likuiditas juga akan menjadi faktor penentu keberlanjutan tren," jelas Ali.