LAN Dorong AS Cerdas Investasi di Era Digital
- pexels.com/RDNE Stock project
Jakarta, VIVA – Perkembangan teknologi digital telah membawa transformasi besar, bukan hanya dalam cara bekerja, tetapi juga dalam perilaku investasi masyarakat. Kemudahan akses digital membuat banyak orang, termasuk kalangan aparatur sipil negara (ASN), tertarik untuk terjun ke dunia investasi digital seperti aset kripto.
Namun, di tengah antusiasme tersebut, tantangan literasi dan keamanan juga mengemuka. Dalam Virtual Public Lecture ASN Talent Academy Explore (VPL ATA X) bertajuk “Investasi Digital ASN: Cerdas Finansial di Era Teknologi” yang digelar oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) bekerja sama dengan Tanoto Foundation, Kepala LAN Muhammad Taufiq, DEA menyampaikan pentingnya ASN untuk memiliki kecerdasan finansial di era digital.
“Perkembangan kemajuan teknologi Informasi dan digital tak hanya mengubah cara bekerja tetapi juga cara berinvestasi," ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Kamis, 31 Juli 2025.
Hal tersebut tercermin dari data yang dirilis oleh Google dalam laporan e-conomy SEA 2023 yang menyebutkan ekonomi digital Indonesia terus mengalami pertumbuhan tiga kali lipat sejak tahun 2018 dengan US$27 miliar ke US$90 miliar pada 2024.
"Ekonomi Digital Indonesia tidak hanya tumbuh konsisten dari tahun ke tahun tetapi juga menunjukkan proyeksi akselerasi yang kuat hingga mencapai US$300 miliar di tahun 2030 mendatang,” jelas Taufiq.
Ia juga menyinggung tren investasi aset digital yang sedang naik daun di kalangan anak muda. “Sementara itu, Crypto Currency atau aset kripto menjadi salah satu investasi digital yang cukup populer terutama di kalangan generasi milenial dan generasi Z," sambungnya.
Bitcoin.
- Dok. Istimewa
Hal tersebut didukung oleh data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang menyebutkan kenaikan jumlah investor aset kripto di Indonesia mencapai 21,63 juta orang pada Oktober 2024.
"Data ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan adopsi kripto tertinggi di dunia, termasuk posisi ketiga dalam indeks adopsi global,” ungkapnya.
Namun, di balik pertumbuhan tersebut, tingkat literasi masih menjadi tantangan. “Meskipun kenaikan jumlah investor aset digital tersebut cukup konsisten, survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti rendahnya tingkat literasi pengguna aset kripto di Indonesia," tambahnya.
Masyarakat, termasuk anak muda, kata dia, banyak yang masih FOMO (fear of missing out) terhadap kripto dan tidak diimbangi dengan pemahaman yang cukup tentang risiko dan mekanisme aset digital tersebut.
Taufiq menegaskan, ASN harus menjadi contoh dengan membekali diri literasi keuangan digital. “Untuk itu ASN perlu membekali diri dengan wawasan finansial digital sebagai bagian dari kompetensi adaptif di era transformasi digital. ASN tidak hanya menjadi pelayan publik, tetapi juga role model masyarakat dengan meningkatkan literasi keuangan digital adalah agar masyarakat tidak rentan terhadap investasi bodong maupun manipulasi digital lainnya,” jelasnya.
LAN.
- Dokumentasi LAN.
Kegiatan VPL ATA X juga menghadirkan Kepala Bappebti, Tirta Kamaja Senjaya, yang menekankan pentingnya peran ASN sebagai pelopor budaya finansial sehat. “ASN harus mampu menjadi pelopor dalam membangun budaya finansial yang sehat di lingkungan birokrasi. ASN harus menjadi smart investor, bukan hanya tahu peluang, tetapi juga memahami risiko dan regulasi. Terlebih sebagai wajah negara, ASN dituntut untuk tidak terjebak dalam praktik spekulatif yang bisa mencoreng integritasnya,” ucap Tirta.
Ia menjelaskan berbagai langkah Bappebti untuk menjamin keamanan investasi digital. “Untuk menjamin keamanan investasi bagi para investor khususnya aset digital, Bappebti berkoordinasi dengan lintas instansi seperti berperan aktif dalam satgas pemberantasan aktivitas keuangan ilegal, membentuk satgas pelaporan aktivitas robo trading dengan Bareskrim POLRI, bekerjasama dengan Komdigi untuk memblokir website, aplikasi, media sosial yang mempromosikan perdagangan berjangka komoditi yang tidak berizin, dan bersama KPK melakukan pelacakan aset krypto yang digunakan sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU).”, jelasnya.
Senada dengan hal itu, Deputi Direktur Inovasi Keuangan Digital OJK, Lutfi Alkatiri, memaparkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2023. “Literasi keuangan digital masyarakat Indonesia baru mencapai 49,68%, artinya hampir separuh masyarakat belum memahami secara utuh produk-produk keuangan digital, termasuk aset kripto.”
Ia juga mendorong peran regulatory sandbox dalam memfasilitasi inovasi dan pengujian model bisnis keuangan digital di Indonesia. “Sejumlah proyek kripto dalam negeri lebih memilih mendirikan perusahaan di luar negeri, seperti Singapura, karena merasa regulasi di sana lebih siap, termasuk untuk produk seperti tokenisasi, staking (penyimpanan aset), dan decentralized finance (DeFi)," ujarnya.
Melalui regulatory sandbox OJK, sambungnya, diharapkan pelaku usaha bisa menguji model bisnisnya sembari mengenali pasar domestik dan memahami kerangka regulasi OJK. "Dalam hal ini OJK tidak membatasi pelaku industri untuk beroperasi di luar negeri, namun berharap pasar dalam negeri tetap menjadi bagian dari strategi mereka.”