Pengusaha Takut Putar Musik Imbas Aturan Royalti, Nongkrong di Kafe Terasa Garing

Suasana kafe di Kota Bandung tanpa musik imbas polemik royalti
Sumber :
  • Cepi Kurnia/tvOne

Bandung, VIVA – Suasana sunyi mulai terasa di berbagai kafe, restoran, hingga hotel di Kota Bandung. Bukan karena sepi pengunjung, namun imbas dari kebijakan baru Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang mewajibkan pelaku usaha membayar royalti jika ingin memutar musik di tempat umum.

Agnez Mo Menang Ari Bias Legowo Cabut Laporan, Tapi Bakal Lanjut Langkah Hukum Buat...

Sejumlah pelaku usaha di Kota Kembang pun mulai enggan memutar musik di tempat mereka, bahkan memilih menonaktifkan sistem audio sepenuhnya demi menghindari risiko denda yang tak sedikit.

"Sejak aturan itu diberlakukan, pemilik kafe melarang kami memutar musik. Takut kena denda, katanya. Pernah ada restoran kena denda sampai miliaran,” ungkap Jaki, seorang barista di kawasan Cihapit, Bandung, Sabtu, 16 Agustus 2025.

Lagu Indonesia Raya Kena Royalti? Begini Penjelasan Istana

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Sejumlah kasus hukum terkait pelanggaran royalti musik membuat para pemilik kafe lebih memilih menghindari potensi pelanggaran dengan cara membungkam suara musik di tempat usaha mereka.

Hal sama diungkapkan Hendra pemilik kafe di wilayah Cihapit,  mengungkapkan soal adanya aturan royalti, di kafenya sebagai alternatif, beberapa tempat hanya menyediakan musik alam atau suara ambience yang diputar melalui ponsel pengunjung lewat barcode di meja. Namun, suasana yang diciptakan tetap terasa berbeda.

Puan Soroti Masalah Jadi Perhatikan Rakyat, Pemblokiran Rekening hingga Royalti Hak Cipta Lagu

“Kami tetap ingin patuh aturan, tapi jujur suasananya jadi berbeda. Dulu ramai, sekarang hening,"katanya.

Bagi para pelaku usaha, khususnya yang menyasar pasar anak muda seperti coffee shop dan tempat nongkrong, musik adalah elemen penting. Bukan sekadar hiburan, tapi bagian dari pengalaman pelanggan yang ditawarkan.

"Musik mungkin bukan kebutuhan pokok, tapi dalam dunia usaha, ia bisa menjadi detak kehidupan. Saat musik berhenti, suasana menghilang, dan denyut ekonomi kecil pun perlahan ikut sunyi,"katanya.

Kini para pelaku usaha menanti tindak lanjut dari LMKN dan pemerintah untuk memberikan skema yang lebih inklusif, agar musik bisa kembali mengalun tanpa rasa takut, dan roda ekonomi kreatif kembali berputar.

Laporan: Cepi Kurnia/tvOne Bandung

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya