Negara Tidak Boleh Kalah Cerdik dengan Aplikator
- vstory
VIVA – Di tengah maraknya teknologi digital, fenomena merebaknya aplikasi di seluruh penjuru Indonesia telah menciptakan sebuah ekosistem yang dinamis sekaligus penuh kontradiksi. Aplikasi-aplikasi yang bermunculan tidak hanya menawarkan kemudahan dalam mengakses layanan, tetapi juga membuka lahan pertempuran antara kepentingan korporat dan hak para pekerja.
Di sisi lain, regulator seolah menyerahkan tanggung jawabnya kepada peraturan menteri yang lemah dasar hukumnya, sehingga hingga kini persoalan tarif dan regulasi transportasi online belum menemukan titik terang.
Masyarakat sudah mulai jenuh tiap tahun disodorkan pemandangan terkait konflik dalam dunia ojek online (ojol) yang tak kunjung selesai, entah masih harus berapa tahun lagi menunggu hingga target jangka panjang terbitnya payung hukum tentang ojek dan regulasi transportasi online ini bisa menjadi kenyataan.
Setiap kali terjadi aksi demo bukan saja mengganggu kenyamanan, tapi juga membuat masyarakat hari mengelus dada prihatin dengan kelakuan aplikator yang tidak membausiakan mitranya. Entah sampai kapan konflik ini akan terus berulang.
Selama bertahun-tahun, lemahnya landasan hukum telah berlangsung tanpa solusi jelas. Peraturan yang hanya berupa kebijakan di tingkat kementerian tak cukup untuk mengekang praktik-praktik eksploitatif. Para aplikator dengan lihainya memanfaatkan setiap celah hukum demi keuntungan maksimal, meraup pendapatan dari customer, driver, bahkan UMKM seperti restoran, tanpa memberi perlindungan yang setimpal bagi para pengemudi.
Maraknya potongan dan tarif yang dipaksakan semakin menunjukan betapa sistem pengaturan yang ada tidak mampu menjamin kesejahteraan mereka yang bertaruh nyawa di jalan demi mencari nafkah.
Kondisi semakin rumit ketika persaingan pasar semakin ketat. Sementara kebutuhan masyarakat dan UMR naik setiap saat, tarif ternyata tak kunjung disesuaikan. Alih-alih menciptakan kemitraan yang adil, kebijakan "tarif hemat" dan promosi yang agresif justru menekan pendapatan driver.
Di balik gemerlapnya diskon dan promo menarik untuk konsumen, tersimpan realitas pahit tentang perdagangan tenaga kerja yang tidak manusiawi. Tanpa regulasi yang kuat, masing-masing aplikator bebas menetapkan tarif pengantaran makanan dan barang sesuai keinginan mereka, sehingga persaingan di pasar justru kian memperburuk kondisi para driver.
Seakan itu belum cukup, saling lempar tanggung jawab antar pemangku kepentingan membuat persoalan semakin kompleks. Pemerintah, regulator, dan para pelaku industri kerap saling menyalahkan ketidakjelasan peran masing-masing. Negara, yang seharusnya menjadi penjaga martabat dan kesejahteraan rakyat, seolah justru melakukan pembiaran dan menyerahkan persoalan ini kepada kebijakan yang tidak rapi. Sejatinya, negara harus belajar dari tetangga yang dengan sigap mengatur aplikasi dengan penerapan sanksi tegas terhadap pelanggaran agar tidak terjadi kekacauan yang lebih parah.
Upaya dalam jangka pendek, diperlukan langkah-langkah tegas untuk segera ditertibkan operasional aplikator yang memperlakukan driver secara sewenang-wenang. Driver, yang jiwa dan raga mereka dipertaruhkan di jalan, membutuhkan perlindungan dan tarif dasar yang sesuai standar. Adalah mendesak bagi negara untuk membuat alternatif solusi, bahkan menimbang pembubaran bagi operator yang tidak mampu beroperasi dalam kerangka aturan yang manusiawi. Langkah semacam ini merupakan bentuk pembelaan terhadap warga negara yang kesejahteraannya selama ini terancam oleh praktik-praktik kapitalis yang tak terkendali.
Di sisi lain, kelemahan negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan layak turut memicu dominasi aplikator. Ketika peluang kerja alternatif minim, maka semakin banyak warga yang terpaksa menjadi driver dan terjebak dalam hubungan kerja yang tidak jelas statusnya. Konsekuensinya, status mitra kerja justru berubah menjadi sumber permasalahan, ketidakjelasan hak, kewajiban, dan perlindungan dasar ketenagakerjaan menimbulkan ketidakpastian yang merugikan semua pihak.
Tanpa ada sinergi antar pihak terkait, aksi bergelombang makin kerap terjadi. Demonstrasi demi demonstrasi pun mewarnai jalanan sebagai bentuk protes atas kebijakan yang tak berpihak pada driver. Di balik retorika dan diskusi yang berputar di ruang-ruang parlemen, hasil konkret masih jauh dari harapan. Target jangka panjang harus segera diarahkan pada pembentukan landasan payung hukum komprehensif tentang transportasi online, sehingga semua unsur, mulai dari tarif, hubungan kerja, hingga mekanisme bagi hasil, diatur secara adil dan transparan.
Adapun target jangka pendek, sudah saatnya pemerintah menindak tegas aplikator yang menerapkan tarif murah dan kebijakan promosi yang menekan kesejahteraan driver. Aturan baku tentang tarif, baik untuk penumpang maupun untuk pengantaran barang dan makanan, harus segera disusun agar tidak lagi menjadi alat eksploitasi dalam persaingan pasar. Tarif dasar ojol harus disesuaikan dengan standar UMR, sehingga setidaknya pendapatan driver tidak terus tergerus praktik-praktik yang merugikan.
Di samping itu jangka panjang memang perlu adanya landasan hukum yang komprehensif untuk mengatur transportasi online dan seluruh aspek di dalamnya. Dengan adanya payung hukum dan regulasi khusus yang jelas, akan memungkinkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang timbul dalam ekosistem transportasi online. Diharapkan bahwa regulasi tersebut dapat menjamin keadilan, kesejahteraan pengemudi, standar tarif yang layak, hubungan kerja yang jelas, serta transparansi dalam mekanisme bagi hasil.
Pertanyaannya, sudah berapa lama negara ditunggu agar hadir solusi nyata? Namun tak jua tuntas dalam penyelesaian masalah. Apabila pemerintah tidak segera bertindak, negara berisiko kalah cerdik dengan aplikator yang terus memanfaatkan celah hukum demi keuntungan. Martabat bangsa, serta kesejahteraan rakyat, terancam oleh kepentingan korporasi dan kapitalis yang mengutamakan profit semata. Oleh karena itu, sinergi antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat harus segera diwujudkan, bukan saling lempar tanggung jawab, tetapi saling berkolaborasi untuk menciptakan sistem transportasi online yang adil dan manusiawi.
Negara tidak boleh kalah cerdik dengan aplikator. Melalui kebijakan yang tegas dan berwawasan, diharapkan kesejahteraan driver dan warga negara dapat dipertahankan, serta martabat bangsa tetap jaya di hadapan gempuran kapitalisme digital. Masyarakat sudah jenuh dengan ketidak nyamanan perseteruan konflik dalam ekosistem ojol tanah air yang terus saja membuat kita mengelus dada prihatin.(Penulis, Pitut Saputra )