Prabowo Bicara Fusi Partai Politik, Apa Artinya? Pernah Populer di Era Orde Baru
- PSI Youtube
Jakarta, VIVA – Presiden, Prabowo Subianto kembali mencuri perhatian saat menghadiri penutupan Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo, Minggu, 20 Juli 2025.
Dalam suasana santai, Prabowo secara berseloroh mengusulkan fusi partai politik, alias penggabungan partai menjadi satu.
Awalnya, Prabowo menyapa Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri ESDM yang hadir di acara. Dengan nada bercanda, ia mengaku hampir keliru menyebut nama partainya sendiri.
Presiden RI Prabowo Subianto di Kongres PSI
- Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden
“Menteri ESDM Pak Bahlil yang ketua umum Golkar, hampir saya sebut (ketua umum) Gerindra tadi,” ujar Prabowo sembari tertawa.
Tak lama kemudian, ia melempar ide, “Bagaimana kalau semua partai kita fusi saja, jadi satu partai besar?” cetusnya.
Namun ia langsung menegaskan bahwa hal itu tak mungkin, karena akan merusak prinsip demokrasi. “Nggak boleh, nanti nggak demokratis. Tapi kita tetap bersatu dalam cinta Tanah Air meski berbeda,” lanjutnya.
Apa Itu Fusi Partai Politik?
Dilansir dari berbagai sumber, Senin 21 Juli 2025, fusi partai politik adalah kebijakan menyatukan sejumlah partai menjadi lebih sedikit demi menyederhanakan sistem politik. Langkah ini pernah ditempuh Presiden Soeharto pada tahun 1973, ketika suhu politik nasional dinilai terlalu ramai dengan puluhan partai yang beragam ideologi.
Kala itu, sistem multipartai dianggap menghambat stabilitas politik dan pembangunan nasional. Akhirnya, melalui kebijakan fusi, partai-partai dikelompokkan menjadi hanya tiga kekuatan besar:
- PPP (Partai Persatuan Pembangunan): hasil gabungan NU, PSII, Perti, dan Parmusi.
- PDI (Partai Demokrasi Indonesia): fusi dari PNI, Partai Katolik, Parkindo, IPKI, dan Partai Murba.
- Golkar: tetap berdiri sendiri dan menjadi partai dominan pada masa itu.
Tujuan dan Dampak Kebijakan Fusi Parpol
- Stabilitas Politik
Fusi partai dianggap sebagai cara untuk meredam ketegangan ideologi antar partai. Pemerintah ingin menciptakan sistem politik yang lebih terkendali demi memperlancar pembangunan ekonomi nasional. - Mengurangi Jumlah Partai
Sebelum fusi, Pemilu 1955 diikuti lebih dari 29 partai. Jumlah yang sangat besar ini dinilai membuat proses demokrasi jadi tak efisien dan memicu konflik kepentingan. - Reduksi Ideologi dan Polarisasi
Dengan banyaknya partai, muncul pula banyak ideologi yang dinilai bisa mengaburkan nilai Pancasila. Lewat fusi, pemerintah berharap semua tetap mengacu pada ideologi tunggal.
Tak Lepas dari Kritik
Meski dianggap efektif, fusi juga memicu kontroversi. Dominasi Golkar kala itu dinilai terlalu kuat, hingga partisipasi politik tak terasa imbang. Persaingan antar partai malah berubah jadi tidak sehat, karena pengaruh pemerintah terlalu besar terhadap partai tertentu.
Fusi Partai Masih Relevan?
Ucapan Prabowo tentu saja bukan instruksi resmi, tapi kelakar yang memantik nostalgia akan sejarah politik Indonesia era Orde Baru. Namun di era demokrasi modern, ide fusi partai kemungkinan besar hanya akan jadi catatan sejarah, bukan lagi solusi.