"Tiap Hari 35 Perempuan RI Jadi Korban Kekerasan Seksual"
- VIVA/Muhamad Solihin
Kalau pemaksaan kontrasepsi maksudnya seperti apa?
Kalau kita bicara dari hak perempuan, perempuan itu punya hak otonomi atas tubuhnya, itu kedaulatan penuh dia terhadap tubuhnya. Memang, kita tahu kemudian program Keluarga Berencana hanya menjadikan perempuan sebagai sasaran saja, dia jadi objek bukan subjek. Tetapi, itu isu terlalu liberal kalau itu argumentasinya. Banyak keluarga-keluarga yang anaknya menyandang disabilitas karena enggak mau repot anaknya dikontrasepsi, disetrilin. Orang dengan HIV/AIDS karena takut dia kawin, tanpa persetujuan, dia disteril. Yang menjadi fokus di kita bukan steril atau bukan, tetapi soal persetujuan. Jadi, kalau itu dilakukan atas keinginan korban itu bukan pidana. Misalnya, saya HIV, saya ingin disteril saja supaya enggak melahirkan, saya yang minta dan itu bukan pidana.
Kalau dia tidak terima dia bisa melapor?
Bisa, itu yang kita fokuskan, karena banyak yang tidak dimintai persetujuannya sudah dilakukan saja terhadap dia.
Artinya, ada orang lain yang mengambil keputusan terhadap hidup dia?
Iya dan itu kan organ reproduksinya. Jadi, ini yang kita kemarin keberatan, walaupun dilihat dari lima yang dihapus itu yang sangat kita tetap perjuangkan harus tetap ada itu pemaksaan perkawinan, pemaksaan aborsi, dan pelecehan seksual.
Tiga itu yang diupayakan tetap masuk DIM?
Ini yang kita perjuangkan untuk tiga itu, karena kalau untuk pemaksaan kontrasepsi bisa (diskip), tetapi ada yang tidak boleh tidak ada, itu yang sedang dinegosiasikan. Yang kami lakukan, kami bicara ke Menko PMK (Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani). Kemenko sudah akan memfasilitasi kami bertemu dengan tim pemerintah, agar ada dialog tentang ini, dan lainnya kami minta dukungan media.
Mestinya Komnas Perempuan dan pemerintah bisa sejalan ya?
Harusnya, karena sebelum RUU ini masuk ke DPR, Presiden minta, kami kan melapor. Waktu itu ada saya, Menteri Yohana (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise), Mensos dan Mensesneg, Presiden meminta supaya Komnas Perempuan dan Kementerian PPA itu mengawal. Cuma sayangnya, waktu pembentukan tim pembahasan RUU dibentuk di pemerintah, Komnas Perempuan tidak termasuk di situ. Apa karena kita bukan lembaga non struktural, jadi dianggap bukan bagian. Tetapi, menurut saya ini kan urusan lembaga struktural yang terlibat, sekarang yang terpenting bagaimana mereka punya komitmen memberikan ruang. Jadi, kami melihat keinginan memberikan ruang itu yang enggak ada, jadi ini ego sektoral saja, kita lihatnya seperti itu.