"Tiap Hari 35 Perempuan RI Jadi Korban Kekerasan Seksual"
- VIVA/Muhamad Solihin
Indikator ketiga, perspektif aparat penegak hukum kita jelek sekali terhadap korban kekerasan seksual, selalu perempuan yang disalahkan. Jadi, mereka cermin dari budaya masyarakat. Kemudian, juga saya sangat sering dengar perspektif penegak hukum, coba tanya pada mereka, 'menurut bapak kalau pelacur itu boleh enggak diperkosa, ya namanya juga pelacur', mereka akan begitu. Jadi, mereka itu punya kebiasaan kalau ada korban kekerasan seksual akan dilihat dulu rekam jejaknya, kehidupan masa lalunya bagaimana. Contoh, kasus yang di Bengkulu yang ramai kemarin, dibilangnya diperkosa oleh 20 orang, kata polisinya dia sering 'dipakai'. Itu perspektif aparat penegak hukum kita, buruknya itu setidaknya bisa kita lihat dari tiga indikator itu.
Mengubah perspektif penegak hukum agak susah sepertinya?
Ya, itu sama kalau kita bicara mengubah budaya masyarakat. Perspektif penegak hukum itu sebenarnya bisa diubah dengan pelatihan-pelatihan. Yang kedua, harusnya juga dengan kebijakan. Misalnya ada reward untuk yang punya perspektif yang baik dan ada sanksi untuk yang perspektifnya jelek. Kalau mau serius, kan begitu. Ini kan enggak, yang baik ya baik saja enggak ada promosi apapun.
Perlu enggak kasus kekerasan seksual ditangani penyidik perempuan, efektif enggak?
Enggak efektif, tidak selalu ditangani perempuan lalu menjadi efektif, karena ada persyaratan juga untuk itu. Tetapi, namanya kekerasan seksual, kalau itu dihadapi perempuan, memang sebaiknya yang menangani perempuan karena dia sangat paham. Sakit di bagian mana, tidak usah kita perlihatkan dia sudah tahu, karena susah kalau semua diperlihatkan baru diketahui.
Kalau mengubah mindset penyidik laki-laki yang menangani kasus kekerasan seksual?
Kalau soal mindset, penyidik perempuan pun ada, tidak hanya laki-laki. Jadi, ini enggak soal jenis kelamin kalau mindset, enggak berhubungan. Yang perempuan pun juga ada, karena itu pelatihan jadi sangat penting. Kalau kenapa harus petugas perempuan, ya pertimbangannya itu tadi, karena secara fisik, pengalaman sebagai perempuan sama. Korban pasti akan nyaman, karena apa yang disampaikan itu cepat dipahami.
Apa Komnas Perempuan punya program kerja sama dengan aparat hukum?