"Tiap Hari 35 Perempuan RI Jadi Korban Kekerasan Seksual"
- VIVA/Muhamad Solihin
Kalau KDRT, rumah tangga ranahnya. Sementara itu, seksual bentuk kekerasannya. Jadi, bentuk kekerasan bisa terjadi di semua ranah. Jadi, yang kekerasan ini dalam sehari menimpa 35 perempuan. Artinya, kalau kita bagi dalam 24 jam dalam dua jam ada tiga perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Terus, apa saja bentuk kekerasan seksualnya waktu itu? Ternyata, itu bukan sekadar perkosaan, atau pencabulan yang ada aturannya dalam KUHP, bentuknya banyak. Terus, kita mengenal ada yang namanya penyiksaan seksual, ada yang namanya pemaksaan aborsi, ada 15 jenis lainnya. Kita melihat kejahatannya berkembang sedemikian rupa dalam 10 tahun. Sementara, hukumnya enggak berubah.
Apa aturan hukum yang ada sudah tidak mampu mengatasi lagi?
Enggak mampu. KUHP itu kan hanya punya aturan tentang perkosaan. Itu pun ruang lingkupnya sangat sempit, sudah enggak bisa karena perkosaan sekarang sudah sangat canggih. Kalau dulu kalau mencuri, masuk rumah orang langsung ambil barang. Sekarang enggak perlu masuk rumah, lewat ATM atau internet juga bisa. Begitu pula kekerasan seksual ini. KUHP hanya mengenal perkosaan. Yang dia kenal perkosaan harus ada persetubuhan. Malah, KUHP pakai istilah ada penetrasi alat kelamin. Padahal, sekarang sudah enggak begitu, sudah berkembang sedemikian rupa. Dan, apa dampaknya ketika kasusnya terjadi dan korbannya melapor ke polisi? Polisinya enggak tahu harus pakai pasal yang mana. Mau pakai pasal perkosaan, oh ini enggak memenuhi unsurnya. Akhirnya, kasusnya dihentikan enggak bisa dilanjutkan. Dampak situasi ini membuat korban bukan saja merasa terluka ,tetapi juga menghilangkan hak dia untuk mendapatkan keadilan. Sementara itu, pelaku karena tidak terjerat hukum bebas, nanti berbuat lagi ke perempuan yang lain.
Jadi, karena situasi ini kita melihat undang-undang menjadi sangat penting walaupun kalau di awal pembicaraan kita tadi undang-undang bukan satu-satunya. Tetapi, undang-undang penting untuk meminta pertanggungjawaban hukum, untuk mencegah dia berulang ke depan, dan untuk memastikan pemerintah punya program pemulihan untuk korban. Karena, kalau itu tidak diatur dalam kebijakan, itu tidak akan pernah disiapkan dengan sengaja oleh pemerintah. Jadi, itu kenapa kita usulkan RUU PKS.